Saturday, October 1, 2016

Jalan Panjang Mencari Keadilan Untuk Jessica

Sumber Foto: Liputan6.com 
Kasus kopi bersianida yang berujung pada kematian Wayan Mirna Salihin yang diduga dilakukan oleh Jessica Kumala Wongso ternyata cukup menarik perhatian publik beberapa bulan belakangan ini. Tidak sedikit publik – termasuk saya – yang penasaran akhir kasus ini dengan terus mengikuti jalannya persidangan, baik datang langsung ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat maupun menyaksikan melalui siaran langsung yang ditayangkan oleh beberapa stasiun televisi dari awal persidangan hingga sidang ke-26.
Sejak awal kasus ini diberitakan di media, saya sudah menduga bahwa ini akan menjadi sebuah kasus besar, melihat bahwa kasus pembunuhan dengan menggunakan racun di Indonesia tergolong jarang dilakukan. Terakhir kasus yang serupa dengan kasus kopi Mirna juga pernah terjadi pada seorang aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Munir pada tahun 2004 yang meninggal usai menenggak racun arsenik di minumannya dalam perjalanan pesawat Garuda Indonesia dari Jakarta menuju Amsterdam, Belanda.
Kembali ke kasus kopi Mirna, sejauh pengamatan saya sebagai orang awam, saya melihat ada beberapa kejanggalannya pada kasus ini. Sejak kasus ini bergulir di tengah obrolan masyarakat mungkin sebagian besar dari anda yang membaca ini menganggap bahwa Jessica adalah pelaku pembunuhan Wayan Mirna Salihin. Namun dari apa yang saya lihat selama kasus ini berlangsung, saya merasa yakin bahwa Jessica tidak bersalah dalam kasus ini. Saya merasa Jessica juga merupakan korban, akibat kasus ini namanya menjadi pemberitaan dimana-mana, Jessica harus mengorbankan nama baiknya, waktu, dan pikirannya untuk mengikuti proses dari penyidikan hingga persidangan. Berikut adalah beberapa kejanggalan yang membuat saya yakin Jessica bukanlah pelaku pembunuh Mirna.
      1. Jessica dinyatakan lolos dalam tes kebohongan
Yudi Wibowo yang merupakan salah satu pengacara Jessica menyatakan bahwa Jessica lolos dari alat tes kebohongan (lie detector). Meskipun pernyataan tersebut bukan dari pihak kepolisian, melainkan dari pihak pengacara Jessica, namun menurut saya ini menarik. Bagi saya, pernyataan Yudi tersebut menggelitik nalar saya sehingga memunculkan dua asumsi, asumsi pertama, pihak kepolisian sengaja menutup-nutupi hasil tes tersebut karena memang hasil menunjukkan bahwa Jessica tidak berbohong, yang itu artinya Jessica tidak membunuh Mirna, sehingga polisi akan semakin kesulitan untuk menelusuri siapa pelaku pembunuh Mirna. Asumsi kedua, pengacara Jessica lah yang berbohong demi membela klien yang juga sepupunya. Tetapi kalau memang berbohong seharusnya pihak kepolisian bisa segera mengklarifikasi hasil tes tersebut, namun sejauh ini saya masih belum menemukan artikel/berita yang menjelaskan bahwa kepolisian mengklarifikasi pernyataan pengacara Jessica tentang hasil tes kebohongan tersebut. Berikut adalah link beritanya:

http://news.metrotvnews.com/read/2016/02/03/478986/jessica-lolos-uji-kebohongan

2. Tidak dilakukannya autopsi secara menyeluruh pada jenazah Mirna
Untuk melihat penyebab kematian seseorang dalam sebuah kasus pembunuhan, maka yang harus dilakukan adalah melalui proses autopsi. Autopsi pada jenazah korban sudah menjadi standar aturan dalam pembuktian peradilan meskipun memang tidak diharuskan apabila keluarga korban tidak mengizinkan autopsi pada jenazah anggota keluarganya. Tapi yang jelas, kabar tentang diautopsinya Mirna juga terlihat masih abu-abu. Beberapa media ada yang menyebutkan bahwa keluarga Mirna menyetujui dilakukannya autopsi, namun media lain mengabarkan berita yang berbeda bahwa sebenarnya keluarga menolak jenazah Mirna diautopsi. Berikut perbedaan berita tersebut:

Berita yang ditulis pada tanggal 10 Januari 2016 tersebut menjelaskan bahwa keluarga Mirna menyetujui dilakukannya autopsi pada jenazah Mirna.
Namun pemberitaan yang berbeda justru saya temukan dalam link berikut;

tidak hanya Solopos.com yang memberitakan berita tersebut, berita yang sama juga dirilis oleh Okezone.com;

Adanya informasi yang simpang siur dalam pemberitaan kasus ini memunculkan opini yang beragam ditengah masyarakat sehingga publik kini terpecah antara menjadi lebih yakin bahwa Jessica adalah pelakunya dan publik yang meragukan bahwa Jessica adalah pelaku pembunuh Mirna yang selama ini dituduhkan terhadapnya. Intinya, kalau saja autopsi dilakukan secara menyeluruh, akan sedikit mempermudah tim dokter forensik dalam menyimpulkan ada tidaknya sianida di dalam tubuh Mirna, bukan hanya sekedar mengambil cairan lambung dan melihat tanda-tanda sebelum kematian.
      3. Jessica dipaksa mengakui bahwa ia adalah pembunuh Mirna oleh Krishna Murti
Dalam persidangan ke-26 pada 28 September 2016 kemarin, Jessica mengeluarkan pernyataan mengejutkan bahwa ada ‘rayuan’ yang dilakukan mantan Direktur Reserse Kriminal Umum Komisaris Besar Krishna Murti. ‘Rayuan’ itu berupa paksaan untuk mengaku bahwa Jessica lah yang membunuh Mirna. Terlihat seperti adanya upaya rekayasa kasus yang dilakukan oleh penyidik dalam mengusut kasus ini. Bagaimana pun juga pihak kepolisian juga harus menelusuri lebih jauh pernyataan Mirna tersebut apakah benar ada upaya-upaya seperti itu, meskipun Jessica seorang terdakwa, namun bukan berarti semua pernyataannya dianggap tidak benar. Kapolri harus menindak tegas apabila ada anggota kepolisian yang melakukan tindakan seperti itu. Berikut adalah link beritanya:

     4. Beberapa saksi ahli meragukan adanya sianida di dalam kopi Mirna
Mulai dari saksi ahli toksikologi hingga dokter forensik telah dihadirkan dalam persidangan. Beberapa saksi yang hadir telah memaparkan analisisnya dan uniknya beberapa saksi yang dihadirkan seperti Profesor Ong, dr. Djaya Surya Atmadja, dan Dr. rer. nat Budiawan meragukan hal yang sama terkait indikasi adanya sianida di dalam kopi Mirna. Kalau para saksi ahli ini berbohong dalam memberikan kesaksian, apakah pantas mereka mempertaruhkan kredibilitas mereka sebagai seorang ilmuwan hanya untuk membela seorang Jessica yang bukan siapa-siapa? Mengutip apa yang dikatakan Dr. Budiawan, “Saya datang kesini bukan bela orang, tetapi bela kebenaran”. Berikut link beritanya:
   5. Kalau benar kopi tersebut mengandung sianida, bisa saja sianida sudah ada sebelum disiapkan di meja No.54
Selama ini mungkin kita menganggap bahwa Jessica memasukan sianida ke dalam gelas Mirna, namun kenyataannya dalam rekaman CCTV tidak ditemukan adanya gerakan Jessica memasukan sesuatu ke gelas Mirna. Kalau memang tidak ada bukti yang memperlihatkan secara jelas bahwa Jessica memasukkan sesuatu ke dalam gelas, mengapa tidak ditelusuri lebih jauh asal usul kopi sebelum disuguhkan ke meja? Atau mencoba menelusuri lebih dalam lagi apa yang dilakukan/dikonsumsi Mirna sebelum mencicipi kopi yang kemudian Mirna meregang nyawa. Lagipula kalau memang di kopi Mirna ada sianida, mengapa hanya Mirna yang meninggal? Hani dan pemilik kafe juga mencicipi kopi yang ada di gelas Mirna namun mengapa mereka tidak meninggal? Meskipun keduanya sama-sama mengatakan rasa kopi itu memang tidak enak. Saya jadi teringat ketika saya masih SMP, satpam di sekolah saya meninggal seusai minum obat sakit kepala menggunakan kopi hitam. Bukankah hal itu bisa saja juga terjadi pada Mirna?

Satu hal lagi yang menarik dari persidangan kasus ini, jaksa yang saat ini menangani kasus ini ternyata ada jaksa yang sama di sidang kasus JIS yang telah sempat memenjarakan 2 guru dan 5 OB, bahkan ada yang mati bunuh diri karena tidak kuat. Kita berharap kasus ini semakin mendewasakan penegak hukum dalam menegakkan keadilan. Jangan sampai rekayasa kasus JIS terulang lagi pada Jessica.

“Lebih baik membebaskan 1000 orang bersalah daripada menghukum 1 orang tidak bersalah”

No comments: