Tuesday, December 27, 2016

Ada Asa di Papua


Sumber Foto: Instagram/Tempodotco
Apa yang anda bayangkan ketika mendengar kata  “Papua”? Apakah masih ada kesan yang jauh dari kesan positif, seperti daerah yang pelosok/terpencil, orang-orang primitif, minimnya fasilitas, dan segala hal lainnya yang berkaitan dengan SARA? Jika ya, cobalah anda datang ke Ground Floor (GF) Kuningan City, Jakarta Selatan. Anda akan diajak untuk melihat Papua dari sisi yang berbeda.

Pada tanggal 27 – 30 Desember 2016, Tempo, bersama KontraS, dan VOTE (Voice From The East) mengadakan sebuah pameran foto dengan tema “Suara dari Timur: Papuaku, Papuamu?” yang diselenggarakan di Kuningan City, Jakarta Selatan. Beberapa pembicara juga diundang untuk hadir dalam rangkaian acara tersebut antara lain Haris Azhar (KontraS), Arif Zulkifli (Tempo), Glen Fredly, Advokasi Masyarakat Adat, dan beberapa media, kurator, serta fotografer yang ikut berperan dalam proses pengambilan foto tersebut.



Semua foto yang dipamerkan pada pameran kali ini adalah hasil jepretan dari delapan  fotografer Tempo, antara lain Rully Kesuma, Subekti, Tony Hartawan, Dhemas Revianto, M. Iqbal Ichsan, Dian Triyuli H, Frannoto, Pius Erlangga, dan Amston Probel sebagai koordinator. Foto tersebut diambil dari beberapa lokasi di Papua, diantaranya di Timika, Biak, Nabire, Boven Digoel, Fak-Fak, Raja Ampat, Yahukimo, dan Merauke. Pameran tersebut tidak hanya bertujuan untuk mengabadikan realitas kehidupan masyarakat Papua, namun juga bertujuan untuk menyampaikan pesan damai, kemanusiaan, dan optimisme bahwa, asa, sukacita dan perdamaian adalah sesuatu yang mungkin terjadi di Papua.

Media kerap kali memberitakan Papua tentang kekerasan, pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), dan separatisme. Pemberitaan demi pemberitaan negatif semakin memperlebar jarak persepsi positif kita mengenai Papua. Padahal ada banyak pelajaran hidup yang dapat kita ambil dari kesederhanaan kehidupan masyarakat Papua melalui kearifan lokal yang mereka miliki.

Infrastruktur memang menjadi sesuatu yang penting bagi masyarakat Papua, namun ada yang lebih penting dari sekedar pembangunan infrastruktur semata, yaitu sebuah pengakuan, baik dari pemerintah maupun seluruh komponen masyarakat Indonesia, serta kemauan untuk membangun potensi SDA dan SDM yang ada di Papua untuk kepentingan masa depan mereka. Inilah yang mengakibatkan Papua ingin sekali merdeka dari Indonesia, karena masyarakat Papua menganggap bahwa pemerintah Indonesia tidak memperlakukan mereka seperti wilayah lain di Indonesia.

Mulai saat ini, mari kita ubah cara pandang kita menatap Papua. Papua juga merupakan bagian dari bangsa Indonesia. Kalau dulu Soekarno memperjuangkan Papua dari Belanda, maka sekarang adalah tugas kita sebagai penerus bangsa untuk memperjuangkan nasib rakyat Papua agar tetap menjadi bagian dari Indonesia. Mulailah dari hal yang paling sederhana, jadikanlah mereka teman, buat mereka nyaman. Jangan ada lagi diskriminasi, dan intoleransi. Perlahan namun pasti, asa akan terus ada di bumi cenderawasih.




Cimanggis, 27 Desember 2016

No comments: