Andai
Aku Menjadi Ketua KPK
Ibarat
seperti menebang pohon, kita harus mencabut akar pohon tersebut sampai ke akar-akarnya agar tidak tumbuh lagi. Namun
mencari akar dari suatu masalah memang bukanlah suatu cara yang mudah. Sama halnya
seperti menangkap ikan di air yang keruh. Di air yang jernih saja kadang kita masih
kesulitan menangkap ikan, apalagi di air yang keruh? Belum lagi ancaman dari serangan
hewan-hewan lain. Memang sulit mencari akar dari suatu masalah, apalagi korupsi
yang seperti sudah menjadi ‘lalapan’ negeri ini.
Bekerja
di KPK memang pekerjaan yang paling menantang. Bahkan kita harus siap mati
dalam menjalankan tugas ini. Maka ketika KPK diibaratkan sebagai Tom si kucing,
dan para koruptor Jerry si tikus, Tom akan selalu mengejar Jerry hingga dapat
apapun yang terjadi, namun yang terjadi si Jerry juga lebih pintar dengan
menggunakan berbagai macam cara agar tidak ditangkap oleh Tom. Seperti itulah
gambarannya kurang lebih.
Kerja
KPK selama ini bukannya tidak bagus atau tidak maksimal, sudah bagus, bahkan sempat
membuat beberapa pihak ketar-ketir. Terobosan yang cukup berani dilakukan KPK.
Namun beberapa masyarakat masih ada saja yang menilik KPK sebelah mata, yang
menganggap KPK hanya mencari sensasi saja, memang kita sebagai masyarakat hanya
bisa mengkritik tanpa memberikan solusi yang membantu. Beruntung Tempo dan KPK
membuat lomba menulis blog seperti ini. Setidaknya masyarakat bisa membantu
walau hanya lewat gagasan-gagasan. Diharapkan ada banyak ide-ide segar yang
kemudian akan diterapkan KPK agar kinerja KPK menjadi lebih baik.
Andai
aku menjadi ketua KPK, namun sebelum berandai-andai bagaimana bila saya menjadi
ketua KPK, saya akan berandai-andai bagaimana jika saya seorang koruptor?
Pastinya saya akan mencari cara bagaimana agar korupsi itu berjalan dengan lancar
tanpa diketahui KPK. Ya, para koruptor mungkin selama ini memikirkan bagaimana
caranya agar tidak ketahuan KPK. Padahal KPK bukanlah Tuhan. Mengapa mereka
hanya takut kepada KPK? Moral mereka terjual demi segepok uang. Maka itu pendidikan agama disini penting. Sekarang pertanyaannya
dibalik, bagaimana jika saya seorang ketua KPK? Maka saya akan membuat semacam
departemen dan membentuk Tim Pencegah Korupsi yang terdiri dari ahli agama dan
ahli filsafat untuk datang ke sekolah-sekolah dan kampus-kampus, atau membuat Sekolah
Anti Korupsi (seperti yang sudah dilakukan KPK), yang inti dari kegiatan
tersebut adalah menyadarkan kita bahwa korupsi adalah perbuatan paling hina
bahkan melebihi dosa zina dan menyadarkan masyarakat bahwa segala sesuatu
berasal dari Tuhan dan kembali ke Tuhan, maka berbuatlah yang baik.
Ajaran-ajaran moral itulah yang kita harapkan bisa ‘menyuntik’ iman
generasi-geneeasi muda. Biarkan yang tua ‘rusak’, namun kita harus punya
generasi muda yang baik kedepannya.
Selain
itu, langkah yang kedua adalah menghukum para koruptor dengan hukuman mati. Memang
dalam membuat peraturan tidak mudah dan tidak gampang disahkan. Namun langkah
itu yang akan saya coba jika saya menjadi ketua KPK. Salah satu penyebab Indonesia menjadi ‘lahan subur’
untuk korupsi adalah hukuman yang terbilang ringan. Koruptor hanya dihukum dalam
hitungan tahun, belum ada potongan masa tahanan, setelah keluar dari penjara
mereka bisa menikmati uang hasil korupsinya, sangat ironis. Oleh karena itu KPK
harus berani melakukan itu, dan lihat dalam setahun setelah disahkannya
peraturan hukuman mati tersebut, apakah jumlah angka korupsi yang tertangkap
berkurang, sama saja, atau malah semakin banyak? Memang hal ini menyangkut HAM,
namun apakah para koruptor itu juga memikirkan HAM? Uang yang mereka ambil
adalah uang rakyat, dan artinya mereka merampas hak manusia. Kalau koruptor
saja tega, kenapa kita malah repot-repot memikirkan hal itu melanggar HAM atau
tidak?
Korupsi
di kehidupan sehari-hari
Pengertian korupsi menurut saya pribadi adalah suatu
kegiatan yang mengatasnamakan uang dibanding sebuah kejujuran. Tidak usah
jauh-jauh jika kita ingin melihat praktik korupsi. Datang saja ke Polres untuk
membuat SIM, pasti ada saja yang menawarkan jasa pembuatan SIM (calo). Itu
salah satu contoh praktik korupsi yang bisa kita lihat sendiri. Beruntung saya
buat SIM kala itu sendiri tanpa lewat
calo, justru jauh lebih murah. Jangan sekali-sekali mengurus sesuatu lewat
calo, dengan begitu kita membantu memutus mata rantai korupsi. Lakukanlah
sesuatu dari hal yang paling sederhana.Tulisan ini Juga di publish di http://lombablogkpk.tempo.co/index/tanggal/824/Febrianto%20Adi%20Saputro.html