Saturday, December 29, 2012

Akankah Sejarah Tercipta?


Akankah Sejarah Tercipta? Atau Hanya Sebatas Wacana?

Sikap ‘nasionalisme’ seseorang memang akan tumbuh jika ‘zona nyaman’ mereka mulai terusik atau mendapat ancaman dari lain pihak. Perasaan inilah yang kini dialami mahasiswa filsafat di salah satu perguruan tinggi di Indonesia. Mereka ingin membentuk sebuah lembaga yang menaungi para mahasiswa seperti Dewan Perwakilan Mahasiswa. Memang di fakultas tersebut untuk saat ini tidak ada organisasi semacam BEM / LEM atau DEMA. Dulu memang sempat ada, namun dibekukan hingga sekarang. Kini semangat untuk membentuk organisasi semacam itu kembali menggebu-gebu. namun kini sebuah Forkom.

Berawal dari aksi penolakkan PEMIRA (Pemilihan Raya Mahasiswa) yang dianggap memiliki sistem yang salah. Bukan cara PEMIRA yang salah melainkan sistem dari BEM sendirilah yang dianggap mereka salah. Karena PEMIRA merupakan salah satu produk BEM, maka mereka (mahasiswa filsafat) menolaknya. Mahasiswa  filsafat menginginkan perubahan sistem yang ada sekarang untuk kembali seperti dulu. Artinya menolak kata “Eksekutif” dan penggunaan kata “Presiden” serta kewenangannya sebagai presiden mahasiswa. Mahasiswa filsafat ingin kembali seperti dulu yang dimana tidak ada sistem kepartaian dan kembali kepada nama “Dewan Perwakilan Mahasiswa” bukan “Badan Eksekutif Mahasiswa”. 

Bentuk Penolakan Mahasiswa Filsafat


Dewan Perwakilan Mahasiswa terdiri dari anggota-anggota yang terdiri dari perwakilan tiap fakultas yang dimana setiap keputusan disetujui bersama, BUKAN di tangan presiden mutlak. Namun menurut sumber lain, presiden mahasiswa juga tidak berarti semata-mata ‘berkuasa’, sebab semua sudah diatur oleh undang-undang yang dibuat oleh Senat Mahasiswa. 

Satu hal yang disayangkan oleh teman-teman filsafat terhadap PEMIRA kali ini adalah, fakultas filsafat menjadi satu-satunya fakultas yang tidak didatangi saat Tour De Faculties. Tour De Faculties merupakan bagian rangkaian acara yang dimana para capresma berkampanye menyampaikan visi misi mereka masing-masing. Para mahasiswa filsafat merasa, bagaimana mereka tahu calon presidennya siapa saja, serta apa saja visi misi mereka kedepan kalau Tour De Faculties saja tidak diadakan di fakultas filsafat. Bagaimana mereka mau merangkul seluruh mahasiswa kalau satu fakultas saja tidak didatangi? Mungkin bagi mereka fakultas filsafat hanya dianggap seperti lahan kosong kecil dengan sedikit bangunan kunonya yang seperti tak terurus. Padahal filsafat sedang mencoba untuk membuka diri kepada PEMIRA untuk mendengarkan visi misi mereka.

Kini, sebuah forkom sedang direncanakan akan segera dibentuk untuk memperjuangkan suara para mahasiswa filsafat yang dibangun atas dasar cita-cita bersama untuk mengubah itu semua dan mencoba membangkitkan lagi organisasi kemahasiswaan yang telah lama mati. Mahasiswa filsafat menepis anggapan orang-orang bahwa mereka apatis. Ini bukan sikap apatis, namun sikap peduli. Saking pedulinya hingga para mahasiswa filsafat ini terasa seperti terasingkan demi sebuah kebenaran. Sekarang pertanyaannya, akankah sejarah tercipta? Atau hanya wacana yang semangatnya sungguh luar biasa disaat seperti ini saja? Ya, semoga tidak hanya menjadi “anget2 tai ayam”. (FLAIsFebri)

Saturday, November 17, 2012

Andai Aku Menjadi Ketua KPK


Andai Aku Menjadi Ketua KPK

Ibarat seperti menebang pohon, kita harus mencabut akar pohon tersebut sampai ke  akar-akarnya agar tidak tumbuh lagi. Namun mencari akar dari suatu masalah memang bukanlah suatu cara yang mudah. Sama halnya seperti menangkap ikan di air yang keruh. Di air yang jernih saja kadang kita masih kesulitan menangkap ikan, apalagi di air yang keruh? Belum lagi ancaman dari serangan hewan-hewan lain. Memang sulit mencari akar dari suatu masalah, apalagi korupsi yang seperti sudah menjadi ‘lalapan’ negeri ini.
Bekerja di KPK memang pekerjaan yang paling menantang. Bahkan kita harus siap mati dalam menjalankan tugas ini. Maka ketika KPK diibaratkan sebagai Tom si kucing, dan para koruptor Jerry si tikus, Tom akan selalu mengejar Jerry hingga dapat apapun yang terjadi, namun yang terjadi si Jerry juga lebih pintar dengan menggunakan berbagai macam cara agar tidak ditangkap oleh Tom. Seperti itulah gambarannya kurang lebih.
Kerja KPK selama ini bukannya tidak bagus atau tidak maksimal, sudah bagus, bahkan sempat membuat beberapa pihak ketar-ketir. Terobosan yang cukup berani dilakukan KPK. Namun beberapa masyarakat masih ada saja yang menilik KPK sebelah mata, yang menganggap KPK hanya mencari sensasi saja, memang kita sebagai masyarakat hanya bisa mengkritik tanpa memberikan solusi yang membantu. Beruntung Tempo dan KPK membuat lomba menulis blog seperti ini. Setidaknya masyarakat bisa membantu walau hanya lewat gagasan-gagasan. Diharapkan ada banyak ide-ide segar yang kemudian akan diterapkan KPK agar kinerja KPK menjadi lebih baik.
Andai aku menjadi ketua KPK, namun sebelum berandai-andai bagaimana bila saya menjadi ketua KPK, saya akan berandai-andai bagaimana jika saya seorang koruptor? Pastinya saya akan mencari cara bagaimana agar korupsi itu berjalan dengan lancar tanpa diketahui KPK. Ya, para koruptor mungkin selama ini memikirkan bagaimana caranya agar tidak ketahuan KPK. Padahal KPK bukanlah Tuhan. Mengapa mereka hanya takut kepada KPK? Moral mereka terjual demi segepok uang. Maka itu pendidikan agama disini penting. Sekarang pertanyaannya dibalik, bagaimana jika saya seorang ketua KPK? Maka saya akan membuat semacam departemen dan membentuk Tim Pencegah Korupsi yang terdiri dari ahli agama dan ahli filsafat untuk datang ke sekolah-sekolah dan kampus-kampus, atau membuat Sekolah Anti Korupsi (seperti yang sudah dilakukan KPK), yang inti dari kegiatan tersebut adalah menyadarkan kita bahwa korupsi adalah perbuatan paling hina bahkan melebihi dosa zina dan menyadarkan masyarakat bahwa segala sesuatu berasal dari Tuhan dan kembali ke Tuhan, maka berbuatlah yang baik. Ajaran-ajaran moral itulah yang kita harapkan bisa ‘menyuntik’ iman generasi-geneeasi muda. Biarkan yang tua ‘rusak’, namun kita harus punya generasi muda yang baik kedepannya.

Selain itu, langkah yang kedua adalah menghukum para koruptor dengan hukuman mati. Memang dalam membuat peraturan tidak mudah dan tidak gampang disahkan. Namun langkah itu yang akan saya coba jika saya menjadi ketua KPK.  Salah satu penyebab Indonesia menjadi ‘lahan subur’ untuk korupsi adalah hukuman yang terbilang ringan. Koruptor hanya dihukum dalam hitungan tahun, belum ada potongan masa tahanan, setelah keluar dari penjara mereka bisa menikmati uang hasil korupsinya, sangat ironis. Oleh karena itu KPK harus berani melakukan itu, dan lihat dalam setahun setelah disahkannya peraturan hukuman mati tersebut, apakah jumlah angka korupsi yang tertangkap berkurang, sama saja, atau malah semakin banyak? Memang hal ini menyangkut HAM, namun apakah para koruptor itu juga memikirkan HAM? Uang yang mereka ambil adalah uang rakyat, dan artinya mereka merampas hak manusia. Kalau koruptor saja tega, kenapa kita malah repot-repot memikirkan hal itu melanggar HAM atau tidak?

Korupsi di kehidupan sehari-hari
            Pengertian korupsi menurut saya pribadi adalah suatu kegiatan yang mengatasnamakan uang dibanding sebuah kejujuran. Tidak usah jauh-jauh jika kita ingin melihat praktik korupsi. Datang saja ke Polres untuk membuat SIM, pasti ada saja yang menawarkan jasa pembuatan SIM (calo). Itu salah satu contoh praktik korupsi yang bisa kita lihat sendiri. Beruntung saya buat SIM kala itu sendiri  tanpa lewat calo, justru jauh lebih murah. Jangan sekali-sekali mengurus sesuatu lewat calo, dengan begitu kita membantu memutus mata rantai korupsi. Lakukanlah sesuatu dari hal yang paling sederhana.

Tulisan ini Juga di publish di  http://lombablogkpk.tempo.co/index/tanggal/824/Febrianto%20Adi%20Saputro.html

Tuesday, October 23, 2012

Menikmati Indahnya Keberagaman di Yogyakarta


Menikmati Indahnya Keberagaman di Yogyakarta
Keberagaman memang terlihat jelas di Yogyakarta. Kota yang dipimpin Sri Sultan Hamengku Buwono X ini dinilai memiliki banyak keberagaman, baik suku, agama, masyarakat, hingga kebudayaannya. Selain terkenal sebagai kota pelajar, Yogyakarta juga dikenal sebagai tempat tujuan wisata.

 Sebagai kota pelajar, kota ini kerap didatangi setiap tahunnya oleh pelajar yang berasal dari luar kota Yogyakarta. Tidak hanya itu, turis domestik dan mancanegara sering kita jumpai di Yogyakarta. Sebab itulah Yogyakarta dinilai sebagai kota yang memiliki keberagaman paling banyak. Selain pelajar dan turis, para pedagang tak kalah banyak ikut meramaikan keberagaman yang ada di Yogyakarta. Pedagang-pedagang di Yogyakarta tidak semuanya penduduk asli, namun banyak juga yang berasal dari luar kota, seperti Bandung, Jakarta, Padang, Ambon dan lain-lain.
Banyaknya pendatang dari luar Yogyakarta yang datang ke Yogyakarta membuat keberagaman disini semakin terlihat, terutama bahasa. Hal ini bisa kita lihat di Universitas Gadjah Mada yang merupakan salah satu contoh miniatur Indonesia. Disana banyak Mahasiswa yang datang dari luar Yogyakarta, sehingga bahasa yang dipakai disana bermacam-macam.
Selain bahasa, ada juga keberagaman agama. Apalagi di Yogyakarta terdapat banyak candi dan salah satu candi terbesar ada di Yogyakarta. Namun meskipun keberagaman terlihat banyak sekali di Yogyakarta, mereka tidak pernah berseteru atau konflik antar etnis maupun agama. Hal ini yang harus dicontoh oleh kota-kota lain di Indonesia bahkan dunia sekalipun.
Di Yogyakarta sering sekali mengadakan acara tiap minggunya, antara lain menonoton wayang kulit, kirab budaya, musik tradisional, karnaval, dan masih banyak lagi. Hal tersebut merupakan salah satu cara menghidupi keberagaman yang ada di Yogyakarta. Namun secara tidak langsung, mereka selalu menghidupi keberagaman, seperti tawar menawar antara turis domestik dengan pedagang, turis asing yang menggunakan jasa tukang becak untuk berkeliling kota Yogyakarta, dan lain-lain.

Kebudayaan di Yogyakarta memang banyak sekali yang masih dipertahankan  dan  tetap dilestarikan hingga saat ini, bahkan mereka tak jarang memamerkan kebudayaan tiap tahunnya. Hal tersebut kemudian mengundang minat para pendatang untuk mencoba belajar kebudayaan Yogyakarta. Hal ini juga bisa dilakukan sebagai cara untuk menghidupi keberagaman.
Bicara mengenai keberagaman di Yogyakarta memang tidak ada habisnya. Banyak contoh yang bisa kita lihat sebagai bentuk menghidupi keberagaman. Tentu kita pernah mendengar Angkringan, yaitu pedagang yang menjual makanan, makanannya yang terkenal adalah sego kucing atau nasi kucing. Selain menjual makanan, disana juga menjual goreng-gorengan, wedang, dan es teh. Di Yogyakarta, sangat mudah mencari Angkringan karena letaknya yang dipinggir jalan. harganya yang murah, membuat tempat ini sering sekali menjadi tempat favorit. Di Angkringan juga merupakan salah satu tempat dimana keberagaman dapat tercipta, karena biasanya mereka saling ngobrol asyik satu sama lain meskipun baru pertama kali kenal.
Di tengah kemajemukan kebudayaan dan keberagaman masyarakat, Yogyakarta mampu menghidupi perbedaan yang ada. Hal ini yang harus dijadikan contoh kota lain agar kebeberagaman tetap tumbuh dan terjaga di Indonesia, sehingga tercapailah cita-cita Bhineka Tunggal Ika, yaitu meskipun berbeda-beda namun tetap satu. Yogyakarta memang kota Istimewa!

Friday, October 19, 2012

Aku dan Indonesia Menuju Masa Depan Melalui Kebudayaan


Aku dan Indonesia Menuju Masa Depan Melalui Kebudayaan

Masa depan bukanlah sesuatu hal yang bisa diprediksi, tetapi suatu konsep yang bisa dibangun dan direncanakan. Namun setiap individu atau kelompok tentu memiliki konsep, tujuan atau rencana untuk mencapai masa depan yang baik sesuai dengan harapan. Begitu juga tujuan terbentuknya suatu negara, yang dalam konteks ini adalah Indonesia, yaitu menginginkan kehidupan yang adil bagi masyarakat, menciptakan kedamaian serta mensejahterakan masyarakatnya. Ada berbagai macam cara untuk mencapai masa depan Indonesia ke arah yang lebih baik, salah satunya yaitu melalui kebudayaan.
Untuk menjawab tantangan masa depan, maka perlu ada niat dan usaha keras dari seluruh masyarakat, yang lebih utama adalah adanya kesadaran dari diri sendiri terlebih dahulu. Sebagai masyarakat, kita jangan bisanya hanya mengkritik dan mengutuk pemerintah apabila kita mengiginginkan perubahan, tetapi coba memberi kontribusi sesuai dengan bidang dan kemampuan yang kita miliki.
Untuk itu, negara ini butuh orang-orang muda yang mampu mengubah Indonesia menjadi lebih baik kedepannya, Indonesia butuh orang-orang kreatif yang menyelesaikan masalah tidak hanya melihat dari satu sisi saja, tetapi secara komprehensif. Namun permasalahannya, apakah ada orang-orang yang seperti itu di negeri ini?
Sebagai bangsa yang besar, bangsa yang telah merdeka selama 67 tahun, kita sebagai masyarakat Indonesia harus optimis Indonesia masih memiliki orang-orang muda yang hebat. Siapakah orang-orang hebat itu? Tentu Pemuda dan Mahasiswalah orang-orang muda hebat itu. Pemuda dan Mahasiswalah yang akan membawa masa depan Indonesia ke arah yang lebih baik.
Sekadar mengingatkan, tentu kita tahu peristiwa Sumpah Pemuda yaitu dimana timbulnya keinginan para pemuda terlepas dari penjajahan, kita juga pasti masih ingat dengan peristiwa Reformasi 98’ dimana Mahasiswa berhasil menumbangkan rezim Soeharto pada masa itu yang telah berkuasa 32 tahun. Itulah bukti dimana peran pemuda dan Mahasiswa besar dalam sejarah Indonesia.
Saya ingin menjadi bagian dari perubahan bangsa ini, saya ingin masa depan negeri ini lebih baik. Dengan bergabung ke sebuah organisasi, salah satu cita-cita saya yaitu ingin mengubah Indonesia di masa depan untuk menuju yang lebih baik semakin terbuka. Selain berorganisasi, salah satu cara lainnya adalah melalui budaya. Karena budaya di Indonesia sangat banyak dan merupakan sesuatu yang harus dijaga, dikembangkan, dilestarikan dan diperkenalkan.
Tentu akan tercipta kehidupan yang harmonis bila masyarakat menjunjung tinggi nilai kebudayaan Indonesia. Karena masyarakat mampu dipersatukan melalui kebudayaan. Kebudayaan di Indonesia cukup banyak dan beragam. Hal yang paling kecil yang bisa kita lakukan adalah mengenakan pakaian batik, itu merupakan salah satu kebudayaan, selain itu dengan berkunjung ke Museum atau Cagar Budaya juga merupakan sebuah kebudayaan. Di Museum atau Cagar Budaya kita bisa belajar banyak kebudayaan Indonesia baik dari zaman pra sejarah hingga zaman reformasi.
Dilihat dari sisi filsafat kebudayaan, menurut Arnold Toynbee dalam bukunya “Study Of History”, kebudayaan adalah peradaban yang terjadi di dalam masyarakat yang lahir, lalu berkembang hingga kemudian hilang, lalu kembali lahir peradaban baru begitu seterusnya siklus itu terjadi. Maka untuk tahu bagaimana budaya itu lahir, berkembang dan kemudian hilang, atau untuk tahu kebudayaan apa saja yang ada di Indonesia, maka kearifan lokal perlu dipelajari.
Mempelajari kebudayaan tentu banyak sekali manfaatnya. Selain menambah wawasan, juga sebagai sarana untuk melihat dan mempelajari berbagai macam kebudayaan lain diluar Indonesia. Selain itu juga bertujuan untuk tetap menjaga dan melestarikan kebudayaan yang dimiliki Indonesia. Hal ini diharapkan agar anak cucu kita nanti mengerti fungsi serta manfaat kebudayaan Indonesia di masa depan.
Setiap individu memiliki rencana kedepan yang berbeda-beda menurut dari sudut pandang masing-masing. Hal konkret yang ingin saya lakukan untuk Indonesia adalah mengajak masyarakat untuk lebih mencintai budayanya, terutama di kota-kota besar yang kebudayaan tradisionalnya semakin tergusur oleh kemajuan zaman, selain disebabkan oleh perkembangan zaman, juga disebabkan oleh kemajemukan masyarakat pendatang di suatu daerah, sehingga penduduk asli kurang bisa mempertahankan budaya yang ada pada mereka sejak lama dan hal itu yang menyebabkan lahirnya kebudayaan baru.
Hal konkret lainnya yang ingin saya lakukan untuk Indonesia di masa depan yaitu melakukan hal-hal yang kecil seperti menghargai keberadaan Museum. Jujur saja, kondisi Museum kita saat ini sungguh memprihatinkan. Hal ini saya lihat ketika saya dan teman-teman saya mengunjungi Museum Perjuangan dan Museum Sandi yang berada pada satu gedung, Museum tersebut sangat terlihat sepi, pengunjung yang baru datang pada hari itu hanya kami saja, saat itu kami datang sudah agak sore menjelang tutup.
Lain halnya di Museum Benteng Vredeburg,  yang sedikit lebih ramai dengan anak-anak dari rombongan sekolah di akhir pekan. Selain itu Museum tersebut ramai karena letaknya yang dekat dengan pusat kota. Namun yang membuat miris adalah Museum malah menjadi tempat para pasangan muda memadu kasih. Memprihatinkan memang, Museum yaitu tempat dimana yang seharusnya kita bisa belajar tentang sejarah dan budaya malah sepi dari pengunjung, sekalipun ada pengunjung adalah pasangan muda yang memilih Museum sebagai tempat berpacaran, selain itu banyak pengunjung yang menjadikan Museum hanya sebagai objek untuk berfoto-foto tanpa melihat isi dari Museum tersebut.
Pernah terlintas dipikiran saya bahwa suatu saat nanti saya ingin menjadi Duta Kebudayaan yang mengajak masyarakat Indonesia untuk lebih menjaga dan melestarikan kebudayaan yang ada di Indonesia, atau menjadi Duta Museum yang tidak hanya mengajak  pelajar, namun masyarakat umum untuk lebih menghargai keberadaan Museum. Karena bangsa yang besar adalah bangsa menghargai jasa pahlawannya.
Langkah yang bisa dilakukan untuk bisa ikut berperan dalam menjaga kebudayaan Indonesia adalah adanya kesadaran dari diri sendiri. Tentu akan sulit bila tidak adanya kesadaran dari diri sendiri. Baru setelah itu adanya keinginan bergabung dengan komunitas pecinta budaya atau membuat komunitas sendiri yang bertujuan untuk menjaga, melestarikan, memperkenalkan kebudayaan-kebudayaan Indonesia.



Untuk menjadikan Indonesia kearah yang lebih baik tentu ada banyak cara, salah satunya adalah melalui kebudayaan. Kebudayaan sendiri bermacam-macam bentuknya, seperti berorganisai atau ikut dalam suatu komunitas, mengunjungi Museum dan Cagar Budaya, ikut mempelajari kearifan lokal, menjaga kebudayaan tradisional dan lain-lain. Harapannya agar generasi penerus kita bisa belajar dan mengerti bagaimana perkembangan kebudayaan Indonesia. Adapun peranan dan cita-cita saya di masa depan yaitu menyatukan masyarakat melalui kebudayaan. Untuk mendapatkan hasil yang besar, lakukanlah hal yang kecil disekitar kita. saya percaya, jika kita mau melakukan perubahan walaupun hanya sedikit pasti akan berdampak besar nantinya.