Sunday, September 14, 2014

Analogi Cinta dan Politik

Tulisan ini hanyalah manifestasi dari apa yang tiba-tiba muncul di kepala, atas dasar melihat realitas yang ada. Memang bukan sesuatu yang penting bagi orang lain, tapi penting bagi saya menuangkan apa yang ada di kepala kedalam tulisan. Apa yang ada dalam tulisan ini tidak seratus persen benar, hanyalah opini semata, dan jangan dibaca terlalu serius, sebab masih banyak aktifitas yang lebih bermanfaat dilakukan dengan serius dibanding hanya membaca tulisan dari seseorang yang tidak begitu pandai merangkai kata.

Ada asumsi umum diluar sana yang menganggap bahwa politik adalah sesuatu hal yang kotor, licik, sulit ditebak, dan menghalalkan segala cara untuk tercapai sebuah tujuan demi sebuah kekuasaan. Bagi sebagian orang mungkin memilih menjauh dari politik, memilih enggan belajar politik, atau apatis dan tidak ikut berpartisipasi dalam politik. Padahal, manusia dalam kehidupan sehari-hari tidak bisa lepas dari yang namanya politik, dan manusia butuh yang namanya berpolitik.

Tidak perlu mencari contoh yang jauh-jauh, sebut saja CINTA. Manusia butuh akan cinta, butuh akan kasih sayang. Untuk mendapatkan sebuah cinta, manusia rela melakukan apa saja untuk orang yang dia sayang, betul? Tidak peduli apakah orang tersebut sudah memiliki pasangan atau belum, suka atau tidak, seseorang selalu mengejar sesuatu yang disebut cinta. Sampai disini apakah kalian menangkap persamaan antara politik dan cinta?

Cinta juga merupakan bagian dari politik. Mengapa saya katakana demikian? Cinta dicari untuk mendapatkan kasih sayang, sedangkan politik adalah sarana untuk mendapatkan kekuasaan. Seseorang takut akan kehilangan cinta dan rela mendapatkan cinta dengan menghalalkan segala cara, meminjam istilah Niccolo Machiavelli, begitu juga dengan politik.

Seorang politikus yang hendak menjadi pemimpin dalam masyarakat akan ber-retorika dengan maksud meyakinkan rakyat agar rakyat percaya dan yakin sehingga memilih orang tersebut untuk menjadi pemimpin mereka. Seorang diplomat yang mewakili sebuah negara melakukan diplomasi dengan negara lain untuk sebuah kepentingan negaranya. Seorang yang tadinya bukan seorang pujangga, hanya karena ia jatuh cinta, tiba-tiba ia menulis banyak sekali kata-kata puitis, dengan tujuan agar orang yang ia sayang yakin dan percaya.

Dalam politik tidak ada yang namanya kawan abadi dan lawan abadi, yang ada hanyalah kepentingan abadi. Seseorang atau kelompok yang berkoalisi saja tidak selamanya serasi. Seorang politikus yang tadinya saling menjelekan lawan politiknya bisa menjadi sahabat begitu dekat. Begitu juga sebaliknya. Dalam percintaan juga begitu. Mungkin saat ini ada orang yang menjauh tiba-tiba mendekat, atau sebaliknya yang tadinya mendekat mulai menjauh.

Sedikit berbicara tentang keadaan alamiah (State of Nature) adalah sebuah perandaian segala sesuatu tanpa keberadaan negara,  Menurut Thomas Hobbes, keadaan alamiah adalah keadaan yang menyedihkan. Dibutuhkan suatu pemerintahan untuk menjamin agar kita tidak tergelincir kedalam peperangan. Lalu saya membayangkan keadaan alamiah disini adalah sebuah keadaan seseorang yang dimana tidak ada cinta dalam hidupnya. Maka hidup seseorang tersebut terasa hampa, sepi, emosi yang cenderung labil, tidak terarah, bebas, kurang bergairah. Maka cinta dan kasih sayang menjadi sebuah kebutuhan bagi semua orang. Semua orang berhak mencintai dan dicintai. Mencintai dan dicintai itu manusiawi.

Kata orang cinta itu buta, tidak memandang apakah ia sudah memiliki pasangan atau belum, Namanya kepentingan pasti dikejar, tidak peduli siapa disampingnya, apa latar belakangnya, bagaimana bibit, bebet, bobotya, tidak memandang apa suku, agama, dan rasnya apa. Asalkan sayang ia akan tetap mengejar ‘kepentingan’ itu. Keras memang, licik, dan kotor pula, ya sama seperti politik.

Memang politik mengajarkan banyak hal, namun teori-teori politik lantas jangan diterapkan dalam kehidupan percintaan. Politik itu terlalu keras, menyangkut kehidupan orang banyak. Sedangkan dalam percintaan, hanya menyangkut soal hati antar individu. Dalam cinta, ketika mata dan mata yang bertemu maka hati yang bicara, sedangkan dalam politik ketika diplomasi tak kunjung mendapatkan titik temu maka senapan yang berbicara.

Politik tak selalu kotor, cinta juga tak selamanya suci, Artinya apa? Memang tidak ada yang sempurna dalam dunia ini. Selalu ada sisi baik dan sisi buruk, begitu juga dengan manusia. Jangan mencintai seseorang dengan segenap jiwa kalau tidak ingin sakit jiwa, namun cintailah seseorang dengan segenap hati, andaikata kehilanganpun kau hanya akan sakit hati, bukan sakit jiwa. Maka itu berpolitiklah dengan sehat, andaikata gagal dalam berpolitik, kau tidak akan sakit jiwa. 

Tuesday, September 9, 2014

Historisitas Seorang Febri

Nama saya Febrianto Adi Saputro, biasa dipanggil Febri. Saya lahir di Jakarta 10 Februari 1993. Di sebuah daerah padat penduduk di Jakarta Pusat. Saya dilahirkan di sebuah puskesmas kecil, namun terakhir saya lihat tempat dimana saya dilahirkan, kini puskesmas itu telah berubah menjadi salon. Sangat disayangkan memang, sebuah saksi bisu dimana saya lahir, saya justru tidak bisa melihatnya lagi.

Saya anak pertama dari tiga bersaudara. Adik saya yang pertama seorang perempuan yang saat ini duduk di kelas 1 Sekolah Menengah Atas (SMA), dan adik saya yang kedua masih duduk di kelas 6 SD. Saya dilahirkan dikeluarga yang sederhana. Pendidikan terakhirnya STM, dan pendidikan terakhir ibu saya adalah SMEA. Ayah saya asli Kuningan, Jawa Barat, dan Ibu asli Jakarta, namun nenek saya asli Boyolali. Hanya saja sewaktu nenek saya melahirkan ibu saya, ibu lahir di Jakarta. Keluarga besar pun kebanyakan tinggal di Boyolali. Saat ini saya sudah lama menetap di Cimanggis, Depok, Jawa Barat.

Ketika Taman Kanak-kanak, saya adalah seorang anak yang cengeng. Gampang sekali menangis jika tahu ibu tidak menunggu saya sampai saya pulang. Beranjak dari Sekolah Dasar masih tidak berubah. Setidaknya sampai di kelas 2 SD saya sudah mulai berani sendiri. Saya sudah mulai berani membawa sepeda sendiri ke sekolah sampai lulus SD. Ketika SD saya memang tidak pernah mendapat peringkat di kelas. Mendapat nilai matematika 9 di raport saja terakhir itu kelas 2 SD, sisanya tidak pernah.

Ketika SMP, saya berhasil masuk disalah satu SMP favorit di Depok, yaitu SMPN 8. Saya selalu berjalan kaki menuju sekolah, karena memang tidak punya motor, naik ojek pun terlalu mahal pada saat itu. Perjalanan dari rumah menuju sekolah kurang lebih 30 menit. Maka saya selalu berangkat dari rumah tidak pernah lebih dari jam 6.30. Begitu juga ketika SMA.

Kemudian ketika lulus SMP, saya tidak berhasil masuk sekolah favorit karena nem saya tidak cukup. Saya justru masuk sekolah swasta yang terkenal akan sekolah rawan tawuran. Dasar saya masuk sekolah itu hanya karena dulu sepupu masuk sekolah itu dan berhasil lolos SPMB dan masuk UI. Karena kedua sepupu saya yang juga satu rumah dengan saya semua lulusan UI, maka saya bertekad untuk mengikuti jejak mereka.

Setelah lulus SMA di tahun 2011, niat saya justru berubah. Saya memilih untuk bekerja sambil kuliah. Saat itu saya sudah diterima di Trisakti jurusan Desain Komunikasi Visual. Akan tetapi, saya tidak meneruskan disana karena sesuatu hal. Akhirnya uang pendaftaran yang sudah masuk dikembalikan, dan uang tersebut saya pakai untuk daftar bimbel.
Sambil bimbel, saya melamar pekerjaan di beberapa tempat. Tempat pertama saya bekerja adalah sebagai pialang di Menara UOB Thamrin, Jakarta Pusat. Disana saya bekerja layaknya eksekutif muda, memakai kemeja, bersepatu pantofel, dan berdasi, namun saya tidak pernah mengira bahwa pekerjaan saya waktu itu tidaklah mudah. Bagaimana saya harus mendapatkan nasabah yang mau investasi minimal seratus juta rupiah (Rp. 100.000.000). Akhirnya seminggu disana saya memutuskan keluar, alasan saya keluar ada dua hal, pertama karena saya tidak menikmati pekerjaan saya, kedua, karena disaat yang bersamaan saya mendapat panggilan kerja di Hoka-hoka Bento. Akhirnya saya bekerja di Hoka-hoka Bento sebagai Part-time. Di tempat kerja saya yang baru ini saya justru menikmatinya. Meski kadang hanya cuci piring di dapur, kadang sebagai pengantar makanan, kadang juga menjadi penyambut tamu. Akhirnya saya bekerja disana selama 3 bulan, karena saya memang dikontrak selama 3 bulan saja.

Akhirnya saya mencari kerja lagi di beberapa tempat hingga diterima di salah satu hotel bintang tiga di daerah Taman Anggrek, Jakarta Barat. Disana saya menjadi Banquet. Awalnya saya menikmati pekerjaan itu, namun setelah beberapa minggu disana saya melihat ada perbedaan yang sangat mencolok antara pekerjaan saya yang baru dan yang dulu, bukan soal gaji, namun teknis kerjanya, saya akhirnya memutuskan keluar darisana.
Akhirnya saya memutuskan untuk fokus SNMPTN tahun 2012. Saya mempersiapkan diri untuk bisa masuk perguruan tinggi negeri yang saya impikan. Puji Tuhan saya dapat diterima di Fakultas Filsafat UGM. Mungkin ini adalah mukjizat yang Tuhan berikan kepada saya. Saya bisa diterima di UGM dengan biaya masuk yang murah. Jujur saya tidak pernah bermimpi untuk bisa masuk UGM. Namun Tuhan memiliki rencana yang indah buat saya. Saya bangga bisa berkuliah di Yogyakarta, banyak hal yang saya pelajari dan saya dapatkan di kota ini. Tidak hanya akademik, namun juga diluar akademik.


Rencana, atau cita-cita saya kedepan adalah saya berharap bisa melanjutkan kuliah ke jenjang S2 atau bahkan S3 minimal di Indonesia. Saya ingin memberi kontribusi nyata bagi Indonesia, pada umumnya dan bagi daerah asal saya pada khususnya, dalam bidang apapun, asalkan saya bermanfaat bagi masyarakat luas. Saya ingin memberikan sesuatu untuk bangsa ini, karena sedari kecil saya sudah diberi banyak oleh Indonesia, kini saatnya saya memberi banyak untuk Indonesia sebagai ucapan terima kasih saya untuk bangsa yang telah ikut berperan membesarkan saya. 

Saturday, September 6, 2014

Surat Cinta Untuk Indonesia

Teruntuk, Indonesia


Aku tidak pernah tahu kapan aku mati. Aku juga tidak pernah tahu kapan aku berjaya. Aku hanya ingin melihat Indonesia menjadi bangsa yang besar sebelum aku mati, dan aku hanya ingin melihat Indonesia berjaya, berjaya di mata dunia. Aku optimis bangsaku ini akan menjadi bangsa seperti apa yang dicita-citakan bersama.

Melihat dan mendengar kisah-kisah hebat para pemuda dalam mengejar cita-cita, orang-orang yang berani melakukan perubahan, dan orang-orang yang mampu melihat ke depan, membuatku berpikir, ada asa di ujung sana.

Indonesia tidak pernah kehabisan orang-orang kreatif, Indonesia tidak pernah krisis orang-orang inovatif, orang-orang dengan idealisme yang tinggi. Selalu ada saja orang-orang hebat bermunculan. Hal itulah yang membuat aku yakin Indonesia mampu menjadi bangsa yang besar.

Mungkin terlihat ada banyak kata “bangsa yang besar” dalam tulisan ini, lalu besar yang seperti apa? Apakah saat ini bangsa kita bukan bangsa “besar”? Besar yang aku maksud disini adalah bangsa yang dipandang oleh dunia karena rasa persatuan dan kesatuan yang besar. Mengapa persatuan dianggap penting? Kita tidak hidup sendiri, dan hidup kita tidaklah diatur oleh satu individu atau oleh suatu kelompok, melainkan adanya ego dalam diri masing-masing manusia, agar tercapainya apa yang dicita-citakan oleh individu tersebut. Ego inilah yang kerap menimbulkan perbedaan. Ego tidak bisa dilawan dengan ego. Dibutuhkanlah suatu alat agar cita-cita bersama dapat tercapai, alat itulah dinamakan persatuan.

Ada berbagai macam bentuk persatuan, seperti persatuan antar pemuda, yang mungkin bagi sebagian pemuda lupa kalau dulu para pemuda bersatu dan bersumpah dalam sumpah pemuda. Perbedaan paham, perbedaan pilihan, perbedaan sekolah, kerap membuat mereka mencederai persatuan itu sendiri.  Selain itu juga persatuan antar masyarakat, persatuan antar suku, persatuan antar agama, inilah yang harus kembali disadarkan arti penting dari sebuah persatuan. Terakhir, bersatunya pemerintah dengan rakyat. Pemerintahan ada karena rakyat, suara yang harus didengar adalah suara rakyat, maka perlu bersatunya antara rakyat dengan pemimpin, agar pemimpin tahu apa yang rakyat butuhkan, dan Indonesia menjadi seperti apa yang mereka harapkan.

Indonesia, aku bercita-cita ingin melakukan sesuatu untukmu, memberikan sesuatu untuk sebuah perubahan yang besar. Aku masih belum tahu bagaimana caranya. Aku ingin melakukan sesuatu perbuatan kecil yang justru berdampak besar bagimu. Apakah aku harus terjun ke medan perang dan bisa memenangkan peperangan tanpa harus menghunus pedang kearah lawan? Apakah mungkin seorang petani yang ingin bekerja di sawah namun tidak ingin kotor kakinya? Itu hanyalah sedikit pikiran-pikiran nakal yang hampir setiap waktu menghantuiku.

Jujur, aku tengah dilanda kebingungan, ketika batin berteriak melihat keprihatinan, apa yang bisa aku lakukan? Diam bukanlah pilihan yang tepat. Ingin bergerak entah harus mau memulai dari mana. Banyak sampah-sampah pikiran di kepalaku ini, dan aku bingung kemana aku harus membuangnya. Wadah yang aku cari tak kunjung dapat, atau bisa jadi belum kutemukan. Apapun itu, itu hanyalah pergulatan pribadiku saja.

Indonesia, aku tak tahu apa yang kau rasakan saat ini, di satu sisi kau mungkin terluka ketika melihat pertumpahan darah antar saudara sebangsa, kau mungkin malu melihat perilaku koruptor yang merajalela, kau mungkin menangis melihat anak-anak yang tidak bisa melanjutkan sekolah, mungkin kau miris melihat kesenjangan sosial antara si kaya dan si miskin, mungkin kau marah kekayaan tanahmu yang justru dinikmati bangsa lain. Tapi di sisi lain, mungkin kau bangga melihat anak-anak muda yang berkiprah di dunia internasional, kau bangga dengan para pelajar yang memenangkan olimpiade fisika, matematika, kimia, dan lain-lain, mungkin kau terharu ketika lagu kebangsaan dikumandangkan di negeri orang, dan mungkin kau bangga dengan para perjuangan para pejuang dalam menggapai dan mempertahankan kemerdekaan. Tapi aku selalu berharap, Indonesia menjadi bangsa yang kuat digoyang badai sekuat apapun, dan kuat dari buaian pujian yang membutakan.

Ada beberapa lagu tentangmu yang membuatku terharu bahkan menangis ketika mendengarkannya, pertama lagu “Ibu Pertiwi” dengan penggalan liriknya yang berbunyi “Kini Ibu sedang lara, merintih, dan berdoa”. Aku berharap kau tidak terus menerus lara, dan merintih. Sedangkan lagu lainnya adalah “Tanah Airku” dengan penggalan liriknya yang berbunyi, “Biarpun saya pergi jauh, tidak kan hilang dari kalbu”. Kemanapun saya pergi, tanah airku adalah Indonesia. Seburuk apapun pandangan orang lain terhadap Indonesia, saya tidak akan malu menjadi orang Indonesia. Justru saya bangga menjadi orang Indonesia. Terima kasih Indonesia.



Yogyakarta, 6 September 2014

Thursday, August 28, 2014

Siapa Depok-1 Selanjutnya?


Pilkada Kota Depok memang masih sekitar setahun lagi, namun aroma persaingan siapa yang akan duduk di kursi Depok-1 sudah tercium. Nur Mahmudi yang saat ini masih menjabat sebagai Walikota Depok dipastikan tidak akan maju lagi sebagai Walikota Depok karena beliau sudah menjabat dua periode. Namun kabar santer terdengar istrinya, Nur Azizah Tahmid akan maju dalam bursa bakal Calon Walikota Depok mewakili Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Nur Tahmidzi akan bersaing dengan enam kader PKS lainnya. Ada satu nama lain dari salah satu kader yang dicalonkan PKS yang tidak asing terdengar, yaitu Tifatul Sembiring, atau yang biasa disebut Tiffie. Menteri Komunikasi itu disebut-sebut masuk kedalam bursa bakal Calon Walikota Depok bersama enam kader lainnya.

Melihat dua nama yang digadang-gadangkan PKS untuk menjadi bakal Calon Walikota Depok tersebut, hal ini menimbulkan berbagai reaksi dari berbagai macam pihak, khususnya di dunia maya. Ada yang bilang majunya Nur Azizah Tahmid adalah sebagai sebuah usaha untuk membangun dinasti Nur Mahmudi, ada yang membandingkan kinerja Tiffie sebagai menteri yang tidak becus, dan bagaimana andaikata nanti menjadi walikota. Ada juga yang bilang Tiffie ‘haus’ jabatan. Hampir setiap reaksi netizen adalah berisi sebuah kekhawatiran.

Ditengah kabar majunya istri Nur Mahmudi dan Tiffie menjadi bakal Calon Walikota, lalu muncul nama seorang Sejarawan yang mencoba merangkak maju ikut mencalonkan diri menjadi Calon Walikota Depok melalui jalur independen, JJ. Rizal. Pendiri Komunitas Bambu ini merasa terpanggil menjadi Calon Walikota Depok karena merasa tidak puas dengan pemerintahan sekarang. JJ. Rizal menganggap Depok kini bukanlah kota yang humanis, banyak pembangunan yang tidak sesuai dan tidak dilakukan sebagai mana mestinya. Berangkat dari sana kini ia sedang membentuk sebuah relawan #SaveDepok yang nantinya akan membantunya. Bagi para netizen, munculnya nama JJ. Rizal sedikit meredam kecemasan masyarakat Depok akan pencalonan Tiffie. Belum lagi kabar dari Partai Golkar yang dikabarkan juga akan menyiapkan salah satu kader terbaiknya Nurul Arifin sebagai bakal Calon Walikota Depok dari Partai Golkar. Nama-nama yang muncul diatas akan membuat pertarungan Depok-1 semakin seru dan memanas, dan tidak menutup kemungkinan akan ada nama-nama lain yang muncul beberapa waktu kedepan.

Oktober 2015 nanti Kota Depok akan memasuki babak baru. Sepertinya masyarakat Depok juga menginginkan adanya sosok pemimpin yang baru dengan gaya kepemimpinan yang baru. Melihat jumlah massa yang ada, PKS memang memiliki massa yang cukup kuat di Depok, hal ini terlihat pada Pemilihan Presiden 9 Juli lalu, di Depok suara Jokowi-JK kalah banyak dibanding dengan suara Prabowo-Hatta. Namun bukanlah suatu hal yang mustahil seseorang yang maju melalui jalur independen malah justru terpilih. Bukankah sekarang masyarakat sudah lebih pintar? Bukankah masyarakat kini lebih melihat siapa sosok yang akan memimpin mereka kelak ketimbang partai dibelakangnya?, dan apa sepak terjangnya selama ini bagi Kota Depok? Saya rasa pertimbangan-pertimbangan seperti itu masih berlaku dibenak para pemilih. Satu hal penting, demokrasi adalah sebuah sikap ingin bekerja bersama demi terciptanya cita-cita bersama, siapa pun walikotanya nanti saya rasa perlu adanya kerjasama yang terbangun intens, baik pemerintah dengan masyarakat, maupun masyarakat dengan masyarakat, dan saya rasa masyarakat tahu apa cita-cita mereka dan mau bekerja dengan siapa.

Saturday, June 28, 2014

Bayangkan... Sebelum Terlambat

Bayangkan...

Jika hari ini aku tak sempat memberi tahumu kalau aku sebenarnya sayang kepadamu
Jika jodoh yang Tuhan janjikan kepadamu itu adalah aku
Jika aku tak sempat menjawab apa yang ingin kau tanyakan

Bayangkan...

Jika hari esok tak akan ada
Apa yang terjadi setelah kematian, kegelapan? kehampaan? atau kekosongankah?
Jika reinkarnasi itu benar-benar ada
Jika kehidupan ini sebenarnya dikendalikan oleh satu manusia

Bayangkan...

Jika hari esok mata ini tak akan bertemu lagi
Jika suara tawamu yang sering kudengar kini tak lagi kudengar

Bayangkan...

Tubuh ini hanya terkulai lemas di tempat tidur sedangkan yang lainnya berlomba dalam kebaikan diluar sana
Tubuh tua ini mulai layu dan tak bergairah lagi untuk membantu sesama

Tidak ada yang tahu apa yang terjadi 1 menit kedepan, 1 jam kedepan, 1 hari kedepan, 1 minggu kedepan, 1 bulan kedepan, 1 tahun kedepan, 1 windu kedepan, 1 dasawarsa kedepan

Lakukan apa yang kau ingin lakukan sekarang, sebelum terlambat

Friday, June 27, 2014

Allan Nairn, Jurnalis Amerika Si Pembongkar Rahasia Sang Mantan Jenderal

            Sudah lama saya menahan keinginan untuk mengomentari persoalan politik yang menjadi topik perbincangan yang hangat dimana-mana. Hingga akhirnya saya tidak dapat lagi menahan ketidakinginan itu. Namun saya tidak ingin membahas keunggulan atau keburukan dari masing-masing capres. Saya juga tidak ingin memihak kepada salah satu capres. Sayangnya apa yang ingin saya bahas disini mungkin lebih kepada persoalan salah satu capres dan masa lalunya. Dan sayangnya lagi, capres yang ada di tahun 2014 ini hanya ada dua. Sekali lagi, bukannya saya menjelekkan Capres A dan lebih memihak kepada capres B, saya juga tidak ingin menjadi warga negara yang golput. Mau tidak mau, suka tidak suka sebagai warga negara yang baik saya harus memilih satu diantara dua capres yang ada.
            Suatu artikel di Tempo.co menarik perhatian saya, yaitu seorang wartawan Amerika, Allan Nairn yang membeberkan hasil wawancaranya dengan Prabowo di tahun 2001. Agar saya tidak salah menafsirkan silahkan anda baca sendiri beberapa artikel tersebut yang berkaitan : "Wartawan Investigasi Bongkar Rahasia Prabowo" , "Soal Prabowo, Jurnalis Allan: Kutip Blog Saya". Selain itu Allan Nairn juga memposting tulisannya di blognya http://www.allannairn.org/.
            Menurut saya hal ini menarik,  pertama, kita memang seharusnya tidak lantas langsung percaya begitu saja apa yang dikemukakan oleh Allan Nairn. Namun kita juga harus mencari tahu dulu fakta yang sebenarnya terjadi di lapangan. Apa yang dilakukan Allan, yaitu membeberkan hasil wawancaranya dengan Prabowo adalah suatu tindakan yang sangat berani. Allan tidak ingin suatu saat nanti Indonesia menjadi negara fasis dan banyak rakyat yang akan menderita karena telah salah memilih pemimpin, oleh karena itu Allan berani membeberkan sisi gelap dari Prabowo. Hal itu dikemukakan Allan dalam tulisannya.
            Kedua, apakah benar hal ini merupakan salah satu usaha Amerika Serikat untuk mengagalkan Prabowo sebagai presiden Indonesia, dengan tujuan agar segala kepentingan Amerika Serikat di Indonesia berjalan mulus? Tunggu dulu, Allan justru dikenal sebagai wartawan yang berani mengkritik dan melawan kebijakan negaranya sendiri melalui tulisannya. Salah satu kritiknya terhadap pemerintah dan korporasi Amerika selama 40 tahun terakhirnya adalah kebijakan-kebijakan mereka yang menghisap dan membunuh orang-orang miskin di dunia, termasuk di Indonesia (Lihat Tulisan Allan Nairn, A response and several challenges to General Prabowo).

            Wawancara Allan Nairn dengan Prabowo tersebut setidaknya menambah pengetahuan kita tentang apa yang terjadi saat itu. Terlepas dari kabar yang menyebutkan bahwa ia bagian dari campur tangan Amerika atau tidak, namun niat dan keberanian Allan Nairn membeberkan wawancaranya ke publik demi pentingnya masa depan suatu bangsa patut kita acungkan jempol dan cukup membuat masyarakat menilai seperti apa sosok Prabowo saat itu. Mungkin saja sosok  Prabowo saat itu berbeda dengan sosok Prabowo saat ini. Mungkin saja niatan Prabowo dan rezim otoriter jinaknya yang ia katakan saat itu tidak akan ia lakukan, tetapi bisa jadi mungkin saja terjadi. Sekali lagi, tulisan ini tidak bermaksud menyudutkan ke salah salah satu capres. Kita lihat saja, akan seperti apa bangsa ini kedepan dengan presiden yang baru. 

Sunday, May 11, 2014

Menikmati Kopi Vulkanik di Lereng Gunung Merapi

         
        Bagi kalian khususnya pecinta kopi, kali ini saya ingin berbagi pengalaman saya dengan Diajeng Galuh menikmati nikmatnya kopi vulkanik di Desa Petung, Kepuharjo, Cangkringan, Sleman dalam rangkaian Plesir Sleman. Tepatnya hari Kamis, 1 Mei 2014 adalah hari dimana saya dan Diajeng Galuh berencana untuk datang mengunjungi tempat minum yang mungkin belum banyak orang yang tahu keberadaan tempat ini. Kebetulan waktu itu bertepatan dengan hari libur dan didukung cuaca yang cerah kala itu.

            Desa petung berada di 7 Km arah utara Kecamatan Cangkringan. Untuk menuju kedai kopi ini terbilang tidak mudah karena tidak ada papan penunjuk atau baliho. Jalanan menuju tempat ini sedikit rusak karena sering dilalui oleh truk dan jeep, namun anda segera mendapatkan kehangatan dan kenikmatan Kopi Vulkanik sesampainya di sana. 

            Kedainya cukup unik, karena selain kita dapat menikmati keindahan Merapi, ada beberapa spot yang bagus untuk berfoto, salah satunya adalah bangku yang berbentuk batang pohon, dan tempat pengolahan kopi tradisional. Tidak hanya kopi, di kedai ini juga kita bisa memesan mie, teh, atau keripik hasil olahan masyarakat setempat. 

            Kedai ini tidak pernah sepi, karena dilewati oleh jeep Lava Tour. Tempat ini menjadi tempat yang cocok untuk beristirahat sejenak sebelum melanjutkan perjalanan. Selain itu juga kedai ini diramaikan oleh supir truk penambang pasir yang sedang beristirahat sambil menikmati kopi vulkanik. 

            Harga secangkir Kopi Vulkanik tidaklah mahal, cukup siapkan uang enam ribu rupiah  maka anda sudah mendapatkan secangkir kopi merapi robusta. Murah bukan? Ditambah lagi bisa menikmati keindahan Merapi lebih dekat. 

Jadi, jangan ngaku pecinta kopi kalau belum coba Kopi Vulkanik Merapi!

Monday, January 13, 2014

Petisi Untuk Bapak Wali Kota Depok Tercinta, Nur Mahmudi Ismail


 
Jika berkunjung ke blog ini, mohon bantu sebar dan dukung petisi ini yang mendukung pemerintah Kota Depok agar lebih  peduli terhadap bangunan bersejarah di Kota Depok, salah satunya yang butuh perhatian adalah Rumah Cimanggis. Terima kasih yang telah mendukung dan ikut membantu menyebarkan

Friday, January 10, 2014

Bukan Sebuah Kebetulan


Nampaknya bukan sebuah kebetulan aku tidak jadi kuliah di Rawasari waktu  itu,
 
sebab Kau memberikan aku kesempatan bekerja sebagai banquet dan pelayan di Hokben kala itu.

Bukan sebuah kebetulan aku dapat kuliah di UGM,

sebab bukan sebuah kebetulan juga aku dapat beasiswa selama 2 tahun disini.

Semua karena kekuatanMu ya Tuhan, Kau cukupkan segala kebutuhanku




Nampaknya bukan sebuah kebetulan aku masuk Fakultas Filsafat UGM.

Kenapa? Sebab aku menyukai sastra, sejarah, seni, dan budaya.

Ternyata itu semua ada di Filsafat, apalagi ini di Yogyakarta, kota yang kaya akan seni dan budaya!

Tuhan tahu apa yang aku suka, Tuhan tahu apa yang aku mau.

Oleh karena itu Kau bawa aku kesini, ini karena kuasaMu




Bukan sebuah kebetulan kau tempatkan aku jauh dari rumah.

Selama disini aku jadi tahu betapa pentingnya arti sebuah orang tua, adik-adik, dan keluarga.

Bukan juga sebuah kebetulan kau bawa aku kesini,

sebab kau pertemukan aku dengan teman-teman yang luar biasa baik, pengertian, dan mau membimbing

Bukan sebuah kebetulan aku mengenalMu

JalanMu memang sulit ditebak, tapi indah, dan aku suka Tuhan. aku ingin selalu mengikuti jalanMu.

Wednesday, January 8, 2014

Evolusi Selera Musik Febrianto dari Masa ke Masa

Saat sedang melamun (melamuni kamu hehe), tiba-tiba muncul ide untuk bercerita tentang evolusi musik yang terjadi dalam hidup saya (bahasannya sok berat). Tapi pertama-tama, saya coba jelasin dulu kenapa judulnya evolusi, dan kenapa bukan revolusi atau resolusi? Jadi begini, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), secara terminologis, “evolusi” itu artinya proses perubahan yang terjadi secara berangsur-angsur dan singkat (meskipun gak sesingkat masak Indomie). Sedangkan kalau “revolusi” itu butuh rentang waktu yang lama. Begitu juga perubahan selera musik saya yang alami. Setelah merefleksikan diri, saya menangkap suatu kesimpulan, ternyata selera musik saya mengalami perubahan dari waktu ke waktu, dan musik sangat mempengaruhi saya ketika itu sampai saat ini. Sebelumnya, mungkin yang saya ceritakan disini adalah evolusi selera musik yang terjadi pada diri saya khususnya berkisar musik-musik penyanyi / band lokal dulu, kalau evolusi musik selera musik barat yang saya alami mungkin akan saya ceritakan di lain kesempatan. 

Cerita ini dimulai dari saya kecil yaa. Saya dibesarkan bukan dari keluarga pemusik, tapi hampir sebagian keluarga di tempat saya tinggal bisa bermain musik. Nenek saya bisa bermain keyboard, om saya bisa bass dan gitar (namanya Heru / Yosua, main gitarnya lumayan jago), sepupu bisa bermain gitar, dan keyboard (Joko / Hizkia ini dulu punya band namanya Edelweiss, dan dia pegang keyboard), sedangkan saya (SAYA BISA APA? Hehe) bisa sedikit-sedikit bermain gitar, drum, dan suling (lagu hymne guru dan mengheningkan cipta kayaknya lagu wajib pastinya). Kemampuan bermusik saya mulai berkembang di waktu SMP. Nanti akan saya ceritakan

Sewaktu kecil, Mama selalu membeli kaset lagu anak-anak, mulai dari Josua, Maisy, Chikita Meidy, Trio Kwek-kwek (salah satu personelnya udah ada yang nikah), Kiky (yang mirip Boboho), dan beberapa artis cilik lainnya yang namanya gak setenar artis-artis yang saya sebut diatas. Lagu kesukaan saya kala itu judulnya “bintangku” (kalau gak salah). Selain liriknya yang bagus tentang nama-nama zodiak (sampai sekarang masih hafal lagunya), penyanyinya juga cantik (padahal waktu itu masih kecil tapi udah tahu cewek cantik hehe). Selain itu Mama punya kaset-kasetnya Obie Mesakh, Nia Daniaty, Panbers, Koes Ploes, Grace Simon, dll, dan beliau suka nyetel itu sambil bersih-bersih rumah, masak atau ketika santai. Sambil denger lagu-lagu itu kadang saya nanya “ini yang nyanyi siapa mah?”, dan Mama menjawab “ini Obie Messakh, orangnya sudah meninggal”. Dan biasanya saya jadi takut denger lagunya, soalnya mikir dengerin suara orang yang udah meninggal jadi ketakutan tersendiri buat saya waktu itu.


















Masih di masa kanak-kanak, dulu lagu anak-anak masih gampang ditemuin, baik kaset, radio, dan di TV ada lagu anak-anak. Sampai waktu itu ada acaranya di TV, nama acaranya  “Tralala-Trilili” (bisa di cek di Youtube, pembawa acaranya Agnes Monica). Dulu gak pernah ketinggalan sama acara ini, kalau gak salah jam 3 sore di RCTI. Favorit banget deh tuh acara pokoknya. Sekarang hampir susah ditemuin lagu yang ber-konten anak-anak. Bahkan acara musik lagu anak-anak udah gak ada lagi. Beruntung lah kita yang hidup di masa itu.

Hari berganti hari, presiden berganti wakil, saya pun tumbuh menjadi seorang anak laki-laki yang mulai ‘liar’. Saya mulai suka dengan yang namanya lagu-lagu pop yang ditayangkan di MTV (dulu di tayang di ANTEVE dan kemudian pindah ke Global TV), dan saya menyukai lagu-lagu semacam Dewa 19, Sheila on 7, Padi, dan band-band yang bermunculan pada saat itu. Untuk mendengar lagu-lagu mereka satu-satunya sumber ya di MTV itu, sebab waktu itu masih belum punya uang untuk beli kaset. Baru sejak SMP, saya mulai rajin beli kaset, mulai dari Peterpan (Alexandria), Ada Band (Wanita Ingin Dimengerti), Dewa (Laskar Cinta, dan Republik Cinta), sampai RADJA! (Saya tidak tahu kenapa dulu saya beli kaset Radja, dan sekarang saya pikir hal itu adalah suatu kebodohan yang saya lakukan waktu itu HAHA). Yah itu lah, lagu-lagu itu muncul di saat masa anak-anak SMP yang baru mengenal ‘dunia’ dan cinta.

Sayang MTV sudah gak ada lagi
Suatu saat, ketika saya masih SMP, saya coba mengutak-atik tempat kaset, saya menemukan kaset Iwan Fals! Wah senangnya bukan main, langsung ketika itu saya mainkan di Tape tercinta dan hasilnya, “PANGGIL AKU BENTO!”. Saya ketahui ternyata kaset itu adalah milik Bapak. Dengan cepat musik-musik Iwan Fals mampu mendobrak kecengengan saya akan selera musik yang mendayu sendu waku itu. Menyusul ketika itu Slank juga menjadi favorit. Sejak saat itu saya suka dengan lagu-lagu yang berlirik nakal dengan distorsi yang mengalun liar ditelinga. Saya tidak terlalu menggemari Slank sebenarnya, hanya beberapa lagu saja yang saya suka, tapi saya pernah beli pin-nya (bukan pin BB) yang saya pasang di dompet kala itu (kebayang dompetnya setebel apa?)

Ini cover om Obie Messakh yang Mama punya

Bang Iwan sang pendobrak

Majalah RS INA menjuluki mereka "The Lucky Bastard
Masa SMP adalah masa dimana selera musik saya masih labil, ketika ada Steven and Coconut Treez muncul di layar kaca, saya langsung menyukai lagu-lagu mereka, terutama single pertama mereka yang berjudul “Welcome To My Paradise”. Kocokan gitar reggae yang terdengar seperti ogah-ogahan dan ketukan drumnya yang simpel berhasil membuat saya mengangguk-ngangguk dan berkata “Yomaaan, rastamaniaaa~”. Ditambah lagi teman saya mencekoki saya dengan lagu-lagu Om Toni Q dan Souljah, membuat saya semakin cinta dengan musik dan gaya anak reggae yang gimbal itu. Bayangkan saja, gara-gara demam reggae, mulai dari gelang karet, baju, stiker di sepeda, sampai background Friendster (buat yang gak tau, Friendster itu kalau sekarang semacam Facebook atau Twitter) waktu itupun serba merah-kuning-hijau (jijik banget ya?  HAHA). Yah lagi-lagi itulah kehidupan anak SMP yang cenderung masih labil.


Kehadiran mereka membuat virus merah-kuning-hijau di kehidupan saya


































Lalu ketika kelas 3 SMP (ini kisah nyata), ada salah satu teman yang melihat ketertarikan saya terhadap musik cukup besar, maka teman saya mengajak untuk bikin band dalam rangka tampil di pentas seni (pensi) di SMP.  Terjadilah percakapan diantara kami, kurang lebih gini percakapannya:, 

Dori / Ricco (alias peyek): “Kita bikin band yuk, buat tampil di Pensi wakilin anak 3.6. Lu bisa main apa feb?”

*Seketika saya jawab*

Febri: “Gue bisa kok drum”

Dan taukah anda, saya belum pernah main drum sebelumnya, melihat dan menyentuh langsung saja belum pernah! Nekat betul saya waktu itu. Tapi karena saya punya kebiasaan suka pukul-pukul sofa dirumah (dengan stik drum beneran yang didapat dari tugas kelompok waktu SD) jadi dikit-dikit bisa lah dengan membayangkan drum beneran. Cuma kendalanya adalah saya belum bisa mainin pedal drum, karena biasanya cuma pukul-pukul di sofa rumah (yang kalau dipukul berdebu). Alhasil kami pun mencoba latihan dan hasilnya NO PROBLEM! Saya bisa sedikit-sedikit. Memang di awal sempat kesulitan, namun bisa lancar ketika sudah terbiasa, ini namanya PASSION yang  bermula dari OBSESI. 

Akhirnya kami memutuskan membawa dua lagu, “Munajat Cinta” (Dewa 19), dan “KETAHUAN” (Mata Band) haha. Band kami terdiri dari 5 orang, ada Ricco (vocal), Dori (melod), Agus (bass), Andre (gitar), dan saya (DRUM!). Kami hanya membawakan satu lagu, sebab satu lagu kami sudah dibawakan oleh band lain, dan lagu yang diambil itu adalah “Munajat Cinta”, itu artinya kita membawakan lagu apa ada yang tau? Iyak! lagu “ketahuan” saja. Karena hanya membawakan satu buah lagu, maka Ricco sang vokalis mengulang-ulang bagian reff-nya berkali-kali, “Oo.. kamu ketahuan.. pacaran lagiih” dan penonton pun moshing (semacam joget tapi ngadu badan dan kadang mukul-mukulin orang didepannya)

Itulah pengalaman manggung pertama, seru, meski lagu yang dibawain gak seru. Haha (sayang gak ada dokumentasinya nih)

Majalah Favorit

Masuklah sekarang ke zaman SMA, pengetahun akan band indie mulai masuk. Sepertinya orang yang cukup berpengaruh dalam memberi pengetahuan bermusik saya adalah sepupu saya, Mas Joko. Ia kerap menunjukkan lagu-lagu lawas baik luar maupun dalam negeri. Tidak hanya itu kadang memberi pengetahuan tentang band-band indie. Pengetahuan musik yang saya dapat juga dari majalah musik, yaitu RollingStone. Tiap ada edisi khusus, saya selalu beli majalah ini. Ternyata majalah ini cukup membantu saya untuk mengeksplorasi lebih jauh band-band indie ini. Majalah ini kerap membahas band-band indie seperti Efek Rumah Kaca (ERK), SORE, WSATCC, Superglad, Sir Dandy, The Brandals, dan lain-lain. Saya lupa punya majalah RS berapa, tapi yang pasti setiap edisi khusus saya beli (saking banyaknya). Ketika diajak ngeband oleh teman-teman, saya ingin sekali band yang mereka buat ber-genre seperti band-band indie diatas. Tapi apalah daya, saya malah diajak main di band metal. Ya, saya memang pernah bergabung dengan band teman saya yang ternyata beraliran metal. Mereka membutuhkan seorang drummer. Tapi saya memutuskan untuk tidak melanjutkan, gak sanggup bro haha belum cukup mahir kearah musik-musik kaya gitu. Alhasil ngeband gak pernah awet, selalu kandas ditengah jalan (sedih ya?).
 
White Shoes and The Couples Company

Setelah semakin sering mendengar musik band indie, pengaruh White Shoes and The Couples Company (WSATCC) sangat masuk dengan saya yang ketika SMA sampai sekarang menyukai hal-hal yang berbau retro, klasik, vintage, dll. Saya suka gaya mereka, lagu-lagu mereka, dan akhirnya membuat saya harus mencari-cari lagu-lagu lawas. Ketika sedang berkunjung ke blog teman, ia menampilkan sebuah link yang didalamnya berisi foto-foto dan musik-musik dokumentasi. 

Frankie and Jane "Musim Bunga"
Setelah saya cek ternyata didalamnya banyak sekali lagu-lagu lawas Indonesia dari tahun 1900 – 2000an. Setelah melakukan penelusuran, saya menjadi semakin suka dengan lagu-lagu lama, seperti Lilis Suryani, Frankie and Jane, Kerontjong Orchest Eurasia, Andriani, dan masih banyak lagi. Tidak hanya itu, hampir isi di folder lagu-lagu saya saat ini kebanyakan lagu-lagu lawas baik dalam maupun luar negeri. Secara tidak langsung lagu-lagu lawas mampu membawa suasana kita kembali disaat dimana kita mendengarkan lagu itu pertama kali. Selain itu kekhasan yang dimunculkan lagu-lagu lawas memang berbeda dengan musik-musik kontemporer.
 
Casiopea "The Legend"

Selain musik-musik indie, saya juga sebenarnya pendengar musik Jazz, dan itu pun tetap saja lagu-lagu lama yang saya dengar. Seperti John Coltrane, Horace Silver, Miles Davis, dll. Tapi hanya sebatas menjadi penikmat saja kok, tidak terlalu fanatik terhadap musik Jazz. November 2013 kemarin saya datang ke konser Jazz yang diadakan oleh Economics Jazz FEB UGM. Tahun ini mereka menampilkan Marcel, Raisa, dan diiringi oleh Idang Rasjidi, Mus Mujiono, Echa Soemantri, dan satu orang anak laki-laki usia 15 tahun yang sudah handal dalam bermain bass (lupa namanya siapa). Bintang tamu utama yang dihadirkan oleh mereka tahun ini adalah Casiopea 3rd, sebuh band asal Jepang yang sudah tiga kali ganti formasi personil. Penampilan yang mereka hadirkan malam itu sangat memukau, konser selama kurang lebih tiga jam itu dihadiri oleh banyak penonton yang ingin menyaksikan legenda musik Jazz dari negeri sakura itu, bahkan salah satu dari penonton tersebut adalah Pak Pratino selaku Rektor UGM. Maret 2014 nanti dengar-dengar Earl Klugh akan dihadirkan, semoga saya ada kesempatan untuk menyaksikannya. 

Selera musik saya dari waktu-ke waktu memang mengalami evolusi yang cukup beragam, mulai dari masa kanak-kanak mendengarkan lagu anak-anak, masuk ke zaman lagu Pop dengan lirik-lirik bertema cinta, kemudian masuk era Iwan Fals, Slank, dan musik reggae di SMP, hingga pengaruh musik indie pada saat beranjak dewasa. Tapi satu hal yang saya pahami disini bahwa musik ternyata dapat mempengaruhi seseorang, ungkapan “YOU ARE WHAT YOU HEAR” mungkin ada benarnya juga. Sekarang saya tidak membatasi genre dalam mendengarkan musik. Apa yang yang saya dengar membuat saya nyaman, ya saya dengarkan. Sampai sekarang saya masih menyukai lagu anak-anak, Koes Ploes, lagu-lagu Iwan Fals, Slank, lagu-lagu Reggae, Pop, Melayu, Kerontjong Stamboel, musik-musik indie, Jazz, selagi itu nyaman di telinga saya, mengapa tidak?