Teruntuk, Indonesia
Aku
tidak pernah tahu kapan aku mati. Aku juga tidak pernah tahu kapan aku berjaya.
Aku hanya ingin melihat Indonesia menjadi bangsa yang besar sebelum aku mati,
dan aku hanya ingin melihat Indonesia berjaya, berjaya di mata dunia. Aku
optimis bangsaku ini akan menjadi bangsa seperti apa yang dicita-citakan
bersama.
Melihat
dan mendengar kisah-kisah hebat para pemuda dalam mengejar cita-cita,
orang-orang yang berani melakukan perubahan, dan orang-orang yang mampu melihat
ke depan, membuatku berpikir, ada asa di ujung sana.
Indonesia
tidak pernah kehabisan orang-orang kreatif, Indonesia tidak pernah krisis
orang-orang inovatif, orang-orang dengan idealisme yang tinggi. Selalu ada saja
orang-orang hebat bermunculan. Hal itulah yang membuat aku yakin Indonesia
mampu menjadi bangsa yang besar.
Mungkin
terlihat ada banyak kata “bangsa yang besar” dalam tulisan ini, lalu besar yang
seperti apa? Apakah saat ini bangsa kita bukan bangsa “besar”? Besar yang aku
maksud disini adalah bangsa yang dipandang oleh dunia karena rasa persatuan dan
kesatuan yang besar. Mengapa persatuan dianggap penting? Kita tidak hidup
sendiri, dan hidup kita tidaklah diatur oleh satu individu atau oleh suatu
kelompok, melainkan adanya ego dalam diri masing-masing manusia, agar
tercapainya apa yang dicita-citakan oleh individu tersebut. Ego inilah yang
kerap menimbulkan perbedaan. Ego tidak bisa dilawan dengan ego. Dibutuhkanlah
suatu alat agar cita-cita bersama dapat tercapai, alat itulah dinamakan
persatuan.
Ada
berbagai macam bentuk persatuan, seperti persatuan antar pemuda, yang mungkin
bagi sebagian pemuda lupa kalau dulu para pemuda bersatu dan bersumpah dalam
sumpah pemuda. Perbedaan paham, perbedaan pilihan, perbedaan sekolah, kerap
membuat mereka mencederai persatuan itu sendiri. Selain itu juga persatuan antar masyarakat, persatuan
antar suku, persatuan antar agama, inilah yang harus kembali disadarkan arti
penting dari sebuah persatuan. Terakhir, bersatunya pemerintah dengan rakyat.
Pemerintahan ada karena rakyat, suara yang harus didengar adalah suara rakyat,
maka perlu bersatunya antara rakyat dengan pemimpin, agar pemimpin tahu apa
yang rakyat butuhkan, dan Indonesia menjadi seperti apa yang mereka harapkan.
Indonesia,
aku bercita-cita ingin melakukan sesuatu untukmu, memberikan sesuatu untuk
sebuah perubahan yang besar. Aku masih belum tahu bagaimana caranya. Aku ingin
melakukan sesuatu perbuatan kecil yang justru berdampak besar bagimu. Apakah
aku harus terjun ke medan perang dan bisa memenangkan peperangan tanpa harus
menghunus pedang kearah lawan? Apakah mungkin seorang petani yang ingin bekerja
di sawah namun tidak ingin kotor kakinya? Itu hanyalah sedikit pikiran-pikiran
nakal yang hampir setiap waktu menghantuiku.
Jujur,
aku tengah dilanda kebingungan, ketika batin berteriak melihat keprihatinan,
apa yang bisa aku lakukan? Diam bukanlah pilihan yang tepat. Ingin bergerak entah
harus mau memulai dari mana. Banyak sampah-sampah pikiran di kepalaku ini, dan
aku bingung kemana aku harus membuangnya. Wadah yang aku cari tak kunjung
dapat, atau bisa jadi belum kutemukan. Apapun itu, itu hanyalah pergulatan
pribadiku saja.
Indonesia,
aku tak tahu apa yang kau rasakan saat ini, di satu sisi kau mungkin terluka
ketika melihat pertumpahan darah antar saudara sebangsa, kau mungkin malu
melihat perilaku koruptor yang merajalela, kau mungkin menangis melihat anak-anak
yang tidak bisa melanjutkan sekolah, mungkin kau miris melihat kesenjangan
sosial antara si kaya dan si miskin, mungkin kau marah kekayaan tanahmu yang
justru dinikmati bangsa lain. Tapi di sisi lain, mungkin kau bangga melihat
anak-anak muda yang berkiprah di dunia internasional, kau bangga dengan para
pelajar yang memenangkan olimpiade fisika, matematika, kimia, dan lain-lain, mungkin
kau terharu ketika lagu kebangsaan dikumandangkan di negeri orang, dan mungkin kau
bangga dengan para perjuangan para pejuang dalam menggapai dan mempertahankan
kemerdekaan. Tapi aku selalu berharap, Indonesia menjadi bangsa yang kuat digoyang
badai sekuat apapun, dan kuat dari buaian pujian yang membutakan.
Ada
beberapa lagu tentangmu yang membuatku terharu bahkan menangis ketika mendengarkannya,
pertama lagu “Ibu Pertiwi” dengan penggalan liriknya yang berbunyi “Kini Ibu
sedang lara, merintih, dan berdoa”. Aku berharap kau tidak terus menerus lara,
dan merintih. Sedangkan lagu lainnya adalah “Tanah Airku” dengan penggalan liriknya
yang berbunyi, “Biarpun saya pergi jauh, tidak kan hilang dari kalbu”.
Kemanapun saya pergi, tanah airku adalah Indonesia. Seburuk apapun pandangan
orang lain terhadap Indonesia, saya tidak akan malu menjadi orang Indonesia.
Justru saya bangga menjadi orang Indonesia. Terima kasih Indonesia.
Yogyakarta, 6 September 2014
No comments:
Post a Comment