MembacaTulisanFebri -- Hari Raya Idul Fitri menjadi momentum bagi sebagian besar masyarakat untuk bersilaturahmi ke sanak saudara. Namun hal itu tidak berlaku bagi kami para jurnalis yang masuk di hari pertama Idul Fitri 1440 H.
Setumpuk tugas telah menanti kami sejak malam takbiran. Saya sebagai jurnalis yang bertugas di bidang politik tentu tidak bisa dilepaskan dari penugasan yang berkaitan dengan isu politik, bahkan di hari lebaran sekalipun.
Agenda shalat ied di Kantor DPP Partai Golkar telah menunggu sejak semalam. Hal itu memaksa saya untuk bangun pagi, kira-kira pukul 04.00 WIB. Sayup-sayup suara takbir juga masih terdengar dari masjid kampung seberang.
Saya merasa beruntung mendapat tugas ke markas Golkar, setidaknya setelah dari agenda tersebut, saya bisa bergeser ke agenda lain di sekitaran Jakarta. Sebagian rekan jurnalis dari media lainnya bahkan ada yang telah mendapat tugas untuk berjaga di kediaman Ketua Umum Partai Gerindra di Hambalang, Bogor, Jawa Barat.
Tepat pukul 05.30 WIB saya pun tancap gas menuju Jalan Anggrek Neli, Slipi, Jakarta Barat. Spotify jadi kawan setia selama perjalanan saya. Kali ini giliran nyanyian Ebiet G Ade yang menemani hingga tiba di kantor partai berlambang beringin itu.
Sesampainya di lokasi, saya pun disambut oleh salah seorang tim media yang menginformasikan agenda tersebut.
"Pak Ketum belum datang," kata Pria berkacamata itu.
Tetapi tidak lama setelah itu, sebuah motor patwal terlihat memasuki kompleks Kantor DPP Partai Golkar. Sekitar empat hingga lima mobil ada di belakangnya mengikuti, salah satunya mobil Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto.
Airlangga terlihat menggunakan peci dan baju koko lengkap dengan sarung dengan warna dominan kuning. Tampilannya berbeda dengan biasanya, bisa dibilang ini kali pertama saya melihat beliau memakai songkok.
Sejumlah pejabat Golkar lainnya turut hadir, seperti Agung Laksono, Abu Rizal Bakrie, dan Akbar Tandjung. Sembahyang pun berlangsung khidmat, dilanjut dengan khotbah yang disampaikan oleh Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily.
Sebelum matahari terik, aku dan beberapa rekan wartawan lainnya memutuskan untuk bergeser ke agenda lain. Ada info beredar Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) akan berziarah ke makam istrinya, Kristiani Herrawati (Ani Yudhoyono) yang baru saja meninggal empat hari sebelum hari raya Idul Fitri.
Bermodalkan informasi itu kami pun bergegas menuju Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata. Tepat pukul 10.15 WIB, saya sudah berada TMP. Belum terlihat ada rombongan keluarga SBY yang hadir.
Dari kejauhan, terlihat kerumunan orang dan tripot kamera yang menancap di antara jejeran makam. Ku putuskan untuk mempercepat langkah kaki ini sembari mengontak kawan yang telah berada di lokasi lebih dulu.
"Lagi ngobrol sama sekjen," kata kawan.
Seorang pria lanjut usia mengenakan kacamata hitam, bersongkok putih terlihat menyiram air mawar ke nisan beruliskan Hasri Ainun Habibie. Ya pria
itu adalah Presiden RI ke-3 Baharuddin Jusuf Habibie.
Saya merasa beruntung lantaran masih sempat untuk bertemu beliau berziarah ke makam istrinya. Beberapa gambarku abadikan untuk laporan ke kantor. Singkatnya, aku pun menulis soal kehadiran Habibie ke akam istrinya di hari pertama lebaran tahun ini.
Keberadaan makam mendiang Ainun memang berdekatan dengan makam Ibu Ani. Hal itu tidak sedikit membuat beberapa peziarah yang hadir tidak melewatkan berfoto di nisan kedua ibu negara itu.
SBY dan kedua anaknya Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) serta istri anak-anaknya akhirnya tiba. Kehadiran keluarga SBY tersebut menarik perhatian awak media dan para peziarah lain yang juga hadir.
SBY, dan seluruh keluarga intinya tampak seragam mengenakan batik dengan dominasi warna hitam. Sesaat dirinya baru tiba dan duduk di sisi makam Ani, SBY menceritakan bahwa batik yang ia dan keluarganya kenakan adalah pilihan istrinya.
"Biasanya batik yang dipilih itu warnanya terang, bapak ibu. Tetapi saya juga tidak mengerti barangkali tidak kuasa menangkap isyarat yang ada di balik pilihan batik yang kami gunakan sekarang ini," kata SBY mengenang.
SBY juga menjelaskan bahwa Ani memilih batik bermotif Sawunggaling. Ia juga baru memahami bahwa motif tersebut memiliki makna sebuah burung yang terbang ke surga.
Pada kesempatan itu, sebelum dirinya menabur bunga, dirinya juga mengungkapkan pesan bu Ani terkait batik pilihannya. Kepada keluarganya ia ingin mengenakan kain itu saat lebaran.
"Memo (Panggilan SBY ke Ani) kan masih dirawat kan tidak perlu menggunakan batik biar kami saja menggunakan nanti foto bersama," kata SBY menirukan ucapannya ketika itu.
Tidak sampai hari lebaran, bu Ani justru telah berpulang. Jenazah Ani kemudian diselimuti oleh kain batik yang merupakan pilihannya itu.
"Jadi ternyata yang dimaksudkan 'saya juga akan pakai nanti' itu ternyata dipakaikan di ruang itu usai wafat," ungkapnya.
Seusai menyampaikan itu secara bergantian SBY beserta keluarganya menabur bunga dan menyiramkan air mawar ke pusara Ani. Sebelumnya juga sempat melakukan doa bersama.
"Yang lain kalau ingin tabur bunga silakan. Bunganya jangan semuanya di sini, sudah cukup. Sebagian silakan ditaburkan ada pusara ibu Ainun Habibie dan lain-lain," katanya mempersilakan peziarah lainnya.
Jam menunjukan pukul 11.30 WIB. Rasa lapar mulai terasa setelah dari pagi kami beraktifitas. Kami akhirnya memilih salah satu lapak yang menjual makanan di seberang TMP untuk mengganjal rasa lapar sembari mengetik satu hingga dua berita.
Salah seorang wartawati mengajak saya untuk bersilaturahmi ke rumah salah satu jenderal yang saat ini menjabat sebagai kepala staff presiden (KSP). Jenderal itu adalah Moeldoko.
Deretan makanan prasmanan telah menanti kami di garasi bagian depan rumah. Antrean tamu yang hendak bersalaman dengan Moeldoko terlihat mengular hingga pelataran rumahnya.
Kami pun memilih untuk mencicipi makanan yang tersedia terlebih dahulu. Makanan yang tersedia diantaranya salmon ribs dan BBQ ribs dengan mashed potatoes, gulai, mie kangkung, kopi, teh, dan infus water.
Lama kami menunggu akhirnya kami berkesempatan bersilaturahmi dengan mantan panglima TNI itu. Usai bersalaman kami pun diarahkan untuk menunggu beliau di ruangan dalam kediamannya.
Setelah beberapa menit kami menunggu akhirnya beberapa rekan wartawan mencoba untuk menemui Moeldoko untuk mengajak ngobrol kembali. Saya pun memutuskan untuk keluar lewat pintu belakang karena tak kunjung ada kepastian.
Setelah mewawancarai Moeldoko, rekan wartawan akhirnya kembali duduk ke bangku dan meja bundar yang tersedia di halaman rumahnya. Saya pun ikut duduk diantara mereka. Di situ saya duduk satu meja dengan dua mantan wartawan media ternama nasional yang saat ini bekerja di KSP. Beliau menceritakan banyak hal terkait pekerjaan di KSP.
Moeldoko akhirnya keluar dan ikut duduk satu meja dengan kami. Wajahnya terlihat tampak lebih segar dari sebelumnya.
"Habis mandi barusan," katanya.
Ia pun mengambil sebuah benda kecil sekilas berbentuk seperti flashdisk. Benda itu diketahui ternyata sebuah rokok elektrik. Ia berniat agar rokok tersebut nantinya bisa diproduksi di Indonesia.
"Saya beli di Amerika," katanya.
Untuk satu alatnya, rokok elektrik itu bisa digunakan untuk 300 kali hisapan. Rasanya juga beragam, sama seperti vape, hanya saja bentuknya lebih kecil.
Tidak lama setelah itu, Moeldoko tampak mengambil korek dan cerutu coklat. Ia pun membakar ujung cerutu itu dan menghisapnya di sisi yang lain. Beliau tampak menikmati betul hisapan setiap hisapan sembari mendengar lawan bicara menyelesaikan perkataanya. Kepulan asap cerutunya tidak sama seperti rokok elektrik yang sebelumnya ia gunakan.
Hari perlahan mulai gelap, kami pun berpamitan dengan sang jenderal.
Kami pun pulang dengan membawa banyak kesan dan pengalaman bisa berbincang dengan mantan orang nomor satu di TNI itu. Kami pun kembali ke tempat masing-masing, sebagian ada yang kembali liputan open house ke tempat lain.
Lebaran kali ini terasa lebih berkesan jika dibandingkan lebaran tahun lalu yang hanya duduk di depan kediaman boss transcorp Chairul Tanjung menunggu kegiatan halal bihalal selesai. Meskipun saya dan beberapa teman pewarta lain tetap bekerja di hari lebaran, setidaknya kesan, pengalaman di tempat liputan hari ini bisa jadi cerita yang suatu saat bisa saya baca atau ceritakan kembali. (feb)
No comments:
Post a Comment