Kasus
kopi bersianida yang berujung pada kematian Wayan Mirna Salihin yang diduga dilakukan
oleh Jessica Kumala Wongso ternyata cukup menarik perhatian publik beberapa
bulan belakangan ini. Tidak sedikit publik – termasuk saya – yang penasaran
akhir kasus ini dengan terus mengikuti jalannya persidangan, baik datang
langsung ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat maupun menyaksikan melalui siaran langsung
yang ditayangkan oleh beberapa stasiun televisi dari awal persidangan hingga
sidang ke-26.
Sejak
awal kasus ini diberitakan di media, saya sudah menduga bahwa ini akan menjadi sebuah
kasus besar, melihat bahwa kasus pembunuhan dengan menggunakan racun di
Indonesia tergolong jarang dilakukan. Terakhir kasus yang serupa dengan kasus
kopi Mirna juga pernah terjadi pada seorang aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Munir
pada tahun 2004 yang meninggal usai menenggak racun arsenik di minumannya dalam
perjalanan pesawat Garuda Indonesia dari Jakarta menuju Amsterdam, Belanda.
Kembali
ke kasus kopi Mirna, sejauh pengamatan saya sebagai orang awam, saya melihat ada
beberapa kejanggalannya pada kasus ini. Sejak kasus ini bergulir di tengah
obrolan masyarakat mungkin sebagian besar dari anda yang membaca ini menganggap
bahwa Jessica adalah pelaku pembunuhan Wayan Mirna Salihin. Namun dari apa yang
saya lihat selama kasus ini berlangsung, saya merasa yakin bahwa Jessica tidak
bersalah dalam kasus ini. Saya merasa Jessica juga merupakan korban, akibat
kasus ini namanya menjadi pemberitaan dimana-mana, Jessica harus mengorbankan
nama baiknya, waktu, dan pikirannya untuk mengikuti proses dari penyidikan
hingga persidangan. Berikut adalah beberapa kejanggalan yang membuat saya yakin
Jessica bukanlah pelaku pembunuh Mirna.
1. Jessica
dinyatakan lolos dalam tes kebohongan
Yudi Wibowo yang merupakan
salah satu pengacara Jessica menyatakan bahwa Jessica lolos dari alat tes
kebohongan (lie detector). Meskipun
pernyataan tersebut bukan dari pihak kepolisian, melainkan dari pihak pengacara
Jessica, namun menurut saya ini menarik. Bagi saya, pernyataan Yudi tersebut menggelitik
nalar saya sehingga memunculkan dua asumsi, asumsi pertama, pihak kepolisian sengaja
menutup-nutupi hasil tes tersebut karena memang hasil menunjukkan bahwa Jessica
tidak berbohong, yang itu artinya Jessica tidak membunuh Mirna, sehingga polisi
akan semakin kesulitan untuk menelusuri siapa pelaku pembunuh Mirna. Asumsi
kedua, pengacara Jessica lah yang berbohong demi membela klien yang juga sepupunya.
Tetapi kalau memang berbohong seharusnya pihak kepolisian bisa segera
mengklarifikasi hasil tes tersebut, namun sejauh ini saya masih belum menemukan
artikel/berita yang menjelaskan bahwa kepolisian mengklarifikasi pernyataan
pengacara Jessica tentang hasil tes kebohongan tersebut. Berikut adalah link
beritanya:
http://news.metrotvnews.com/read/2016/02/03/478986/jessica-lolos-uji-kebohongan
2. Tidak dilakukannya autopsi secara menyeluruh pada jenazah Mirna
http://news.metrotvnews.com/read/2016/02/03/478986/jessica-lolos-uji-kebohongan
2. Tidak dilakukannya autopsi secara menyeluruh pada jenazah Mirna
Untuk melihat penyebab
kematian seseorang dalam sebuah kasus pembunuhan, maka yang harus dilakukan adalah
melalui proses autopsi. Autopsi pada jenazah korban sudah menjadi standar
aturan dalam pembuktian peradilan meskipun memang tidak diharuskan apabila
keluarga korban tidak mengizinkan autopsi pada jenazah anggota keluarganya. Tapi
yang jelas, kabar tentang diautopsinya Mirna juga terlihat masih abu-abu.
Beberapa media ada yang menyebutkan bahwa keluarga Mirna menyetujui
dilakukannya autopsi, namun media lain mengabarkan berita yang berbeda bahwa
sebenarnya keluarga menolak jenazah Mirna diautopsi. Berikut perbedaan berita
tersebut:
Berita yang ditulis
pada tanggal 10 Januari 2016 tersebut menjelaskan bahwa keluarga Mirna menyetujui
dilakukannya autopsi pada jenazah Mirna.
Namun pemberitaan yang berbeda
justru saya temukan dalam link berikut;
http://www.solopos.com/2016/08/31/sidang-kopi-bersianida-keluarga-tolak-autopsi-pembuktian-pembunuhan-mirna-tak-maksimal-749192
(31 Agustus 2016)
tidak hanya Solopos.com
yang memberitakan berita tersebut, berita yang sama juga dirilis oleh
Okezone.com;
Adanya informasi yang
simpang siur dalam pemberitaan kasus ini memunculkan opini yang beragam
ditengah masyarakat sehingga publik kini terpecah antara menjadi lebih yakin
bahwa Jessica adalah pelakunya dan publik yang meragukan bahwa Jessica adalah
pelaku pembunuh Mirna yang selama ini dituduhkan terhadapnya. Intinya, kalau saja
autopsi dilakukan secara menyeluruh, akan sedikit mempermudah tim dokter
forensik dalam menyimpulkan ada tidaknya sianida di dalam tubuh Mirna, bukan
hanya sekedar mengambil cairan lambung dan melihat tanda-tanda sebelum
kematian.
3. Jessica
dipaksa mengakui bahwa ia adalah pembunuh Mirna oleh Krishna Murti
Dalam persidangan ke-26
pada 28 September 2016 kemarin, Jessica mengeluarkan pernyataan mengejutkan
bahwa ada ‘rayuan’ yang dilakukan mantan Direktur Reserse Kriminal Umum
Komisaris Besar Krishna Murti. ‘Rayuan’ itu berupa paksaan untuk mengaku bahwa
Jessica lah yang membunuh Mirna. Terlihat seperti adanya upaya rekayasa kasus
yang dilakukan oleh penyidik dalam mengusut kasus ini. Bagaimana pun juga pihak
kepolisian juga harus menelusuri lebih jauh pernyataan Mirna tersebut apakah
benar ada upaya-upaya seperti itu, meskipun Jessica seorang terdakwa, namun
bukan berarti semua pernyataannya dianggap tidak benar. Kapolri harus menindak
tegas apabila ada anggota kepolisian yang melakukan tindakan seperti itu. Berikut
adalah link beritanya:
4. Beberapa
saksi ahli meragukan adanya sianida di dalam kopi Mirna
Mulai dari saksi ahli toksikologi
hingga dokter forensik telah dihadirkan dalam persidangan. Beberapa saksi yang
hadir telah memaparkan analisisnya dan uniknya beberapa saksi yang dihadirkan seperti
Profesor Ong, dr. Djaya Surya Atmadja, dan Dr. rer. nat Budiawan meragukan hal
yang sama terkait indikasi adanya sianida di dalam kopi Mirna. Kalau para saksi
ahli ini berbohong dalam memberikan kesaksian, apakah pantas mereka
mempertaruhkan kredibilitas mereka sebagai seorang ilmuwan hanya untuk membela
seorang Jessica yang bukan siapa-siapa? Mengutip apa yang dikatakan Dr.
Budiawan, “Saya datang kesini bukan bela orang, tetapi bela kebenaran”. Berikut
link beritanya:
5. Kalau
benar kopi tersebut mengandung sianida, bisa saja sianida sudah ada sebelum
disiapkan di meja No.54
Selama ini mungkin kita menganggap
bahwa Jessica memasukan sianida ke dalam gelas Mirna, namun kenyataannya dalam
rekaman CCTV tidak ditemukan adanya gerakan Jessica memasukan sesuatu ke gelas
Mirna. Kalau memang tidak ada bukti yang memperlihatkan secara jelas bahwa Jessica
memasukkan sesuatu ke dalam gelas, mengapa tidak ditelusuri lebih jauh asal
usul kopi sebelum disuguhkan ke meja? Atau mencoba menelusuri lebih dalam lagi apa
yang dilakukan/dikonsumsi Mirna sebelum mencicipi kopi yang kemudian Mirna
meregang nyawa. Lagipula kalau memang di kopi Mirna ada sianida, mengapa hanya
Mirna yang meninggal? Hani dan pemilik kafe juga mencicipi kopi yang ada di
gelas Mirna namun mengapa mereka tidak meninggal? Meskipun keduanya sama-sama mengatakan
rasa kopi itu memang tidak enak. Saya jadi teringat ketika saya masih SMP,
satpam di sekolah saya meninggal seusai minum obat sakit kepala menggunakan
kopi hitam. Bukankah hal itu bisa saja juga terjadi pada Mirna?
Satu
hal lagi yang menarik dari persidangan kasus ini, jaksa yang saat ini menangani
kasus ini ternyata ada jaksa yang sama di sidang kasus JIS yang telah sempat
memenjarakan 2 guru dan 5 OB, bahkan ada yang mati bunuh diri karena tidak kuat.
Kita berharap kasus ini semakin mendewasakan penegak hukum dalam menegakkan
keadilan. Jangan sampai rekayasa kasus JIS terulang lagi pada Jessica.
“Lebih
baik membebaskan 1000 orang bersalah daripada menghukum 1 orang tidak bersalah”
No comments:
Post a Comment