Data
mengenai tidak terserapnya tenaga kerja dengan maksimal di tengah kualitas
pertumbuhan ekonomi yang dinilai stabil ternyata cukup mengejutkan. Data
tersebut dipaparkan oleh Anggota Komisi XI DPR RI, Heri Gunawan dalam artikel
yang ditulis di laman resmi DPR (http://dpr.go.id/berita/detail/id/15112). Mantan
Wakil Ketua Komisi tersebut mengatakan bahwa presentase pekerja masih
didominasi oleh pekerja dengan pendidikan rendah, yaitu sebesar 60,24%. Disusul
pekerja dengan pekerja dengan pendidikan menengah sebesar 27,24%, dan terakhir
pekerja dengan pendidikan tinggi sebesar 12,24%.
Data
di atas menunjukkan fakta menarik bahwa 50% jumlah penduduk masih bekerja di
sektor informal. Heri menambahkan, “Ironisnya, sektor tersebut juga mulai
dimasuki oleh tenaga kerja asing asal Tiongkok yang ilegal”. Tingkat penyerapan
tenaga kerja industri juga mengalami penurunan dari 15,97 juta pada bulan
Februari menjadi 15,54 pada bulan Agustus. Ditambah lagi invasi tenaga kerja
asing yang mungkin akan terus berdatangan ke Indonesia dan persaingan Sumber Daya
Manusia (SDM) di era Masyarakat Ekonomi
Asean (MEA) menjadi ancaman serius bagi calon tenaga kerja.
Salah
satu penyebab banyaknya pengangguran bagi mereka yang berpendidikan tinggi
yaitu tidak adanya lapangan pekerjaan yang sesuai dengan jurusan yang mereka
pilih selama kuliah. Banyak jurusan-jurusan yang disediakan oleh universitas di
Indonesia, namun dalam kenyataannya, di dunia kerja malah tidak tersedia. Alhasil
ilmu yang dipelajari selama kuliah justru tidak bisa dipraktekkan di dunia
kerja. Tidak jarang dari mereka justru bekerja di bidang yang berbeda dari apa
yang mereka pelajari di bangku kuliah. Hal semacam ini sering dijumpai di
industri bank yang kerap membuka lowongan untuk semua jurusan.
Selain
itu, idealisme dan sifat pilih-pilih juga masih menjadi karakter yang dominan
bagi para lulusan baru di negeri ini. Sifat memilih-milih pekerjaan memang tidak
salah, karena memang kenyataannya para pencari kerja selalu disuguhkan pada posisi
yang tidak jauh-jauh dari sales dan marketing. Bagi mereka yang lulusan SMP
kebawah tidak mempersoalkan posisi tersebut karena mereka cenderung mau
menerima pekerjaan apapun, sedangkan situasi berbeda bagi mereka lulusan
perguruan tinggi, yang cenderung mencari pekerjaan yang lebih sesuai.
Persoalan
lainnya adalah adanya mindset yang
telah berlaku secara umum di masyarakat tentang pekerjaan tertentu. Contoh, Mindset tentang pekerjaan sales yang selalu identik dengan pekerjaan
door to door. Kemudian mimpi bekerja
di perusahaan besar yang bergengsi dengan posisi yang menjanjikan jenjang karir
masih menjadi patokan kesuksesan banyak orang. Mindset inilah yang harus diubah agar tidak semakin banyak lagi
pengangguran terdidik.
Beberapa
persoalan di atas bukan hanya menjadi tugas pemerintah, melainkan tugas semua warga
negara dalam memerangi pengangguran yang semakin lama semakin memprihatinkan. Persoalan
minimnya lapangan kerja meenjadi persoalan serius yang harus diselesaikan
bersama, oleh karena itu perlu adanya kerjasama dari berbagai pihak baik dari
lembaga penyedia tenaga kerja, perusahaan dan industri, serta pemerintah. Seperti
yang tertuang dalam Pasal 27 Ayat 2 UUD 1945, “Tiap-tiap warga negara berhak
atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.
Cimanggis, 4 Januari
2017